Utang Indonesia Bertambah Karena Makin Kaya
Alasan utang juga bertambah karena pemerintah saat ini harus membayari utang jatuh tempo.
26 Mei 2010
VIVAnews - Pemerintah menolak, kalau disebut terus menumpuk utang. Meski diakui, ada penambahan utang sampai Rp 400 triliun lebih selama kurun waktu lima tahun belakangan, tapi itu bukan karena tidak ada alasan.
Menurut Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sudah melakukan pengelolaan utang dengan sangat baik.
Kenapa utang bertambah? Pertama, kata dia, karena secara nominal defisit Indonesia naik juga akibat dipengaruhi PDB (produk domestik burto) yang semakin naik karena Indonesia terus tumbuh. "Indonesia makin kaya," kata Rahmat.
Tentunya, saat dibandingkan tahun 2001 ketika utang RI mencapai Rp 1.273 triliun dengan PDB Rp 1.646 triliun, tidak akan sebanding kalau dibanding utang RI pada 2010 Februari yang mencapai Rp 1.619 triliun dengan PDB Rp 5.981 triliun.
"Rasionya sudah turun drastis dari 77 persen pada 2001, lalu 47 persen pada 2005 dan menjadi hanya 28 persen pada 2009," kata Rahmat di Kementerian Keuangan, Selasa malam, 25 Mei 2010. Apalagi pada saat ini, pe April 2010 lalu tercatat hanya sekitar 26 persen.
Kedua, Rahmat menuturkan, karena pemerintah saat ini harus membayari utang jatuh tempo yang dibuat pada masa lalu.
Ia juga membantah pengelolaan utang tidak efisien. Menurut Rahmat, tambahan utang dengan defisit, sudah menjadi kesepakatan pemerintah dengan anggota dewan.
Bahkan, tak hanya dari sisi pengelolaan yang baik, dalam UU sendiri yakni UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah disebut pembatasan angka defisit. Defisit yang menyebabkan utang ini secara nasional dan daerah hanya boleh dibatasi kurang dari tiga persen PDB.
"Jadi, dengan demikian tambahan utang untuk pembiayaan defisit juga dibatasi," katanya.
Bukti pengelolaan yang baik itu adalah, lembaga peringkat internasional telah menaikkan peringkat utang Indonesia hingga tinggal satu level di bawah investment grade.
Selain itu, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan bahwa dalam pengelolaan utang, pemerintah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian.
"Kalau yield (imbal hasil) dikatakan mahal, itu karena bukan pemerintah yang menentukan tapi bisa berubah setiap saat. Antara lain, dipengaruhi oleh sentimen pasar," katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar