home

Butuh Rp140 T, Jembatan Sunda Dibangun 2013

Semua perangkat yang dibutuhkan untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda sudah selesai.

30 November 2010.

VIVAnews - Niat pemerintah mewujudkan jembatan terpanjang di dunia semakin serius. Bahkan, perencanaan pembangunan Jembatan Selat Sunda sudah memasuki tahap akhir.

Keseriusan pemerintah terlihat dari rapat gabungan Kementerian dan Lembaga terkait bersama Gubernur Banten di Jakarta, Senin sore, 29 November 2010. Rapat gabungan tersebut sudah menyepakati rencana dan perangkat pembangunan Jembatan Selat Sunda sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 36 tahun 2009 tentang Tim Nasional Pembangunan Jembatan Selat Sunda.

"Sekarang, tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk pelaksanaannya," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa. "Kita sudah berada di ujung pembangunan."

Menurut Hatta, saat ini semua perangkat yang dibutuhkan untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda sudah selesai. Itu mencakup organisasi, personalia, keterpaduan pekerjaan dan pembentukan tiga kelompok kerja yang membidangi teknis dan lingkungan, pengembangan wilayah ekonomi, serta keamanan dan pendanaan.

Selanjutnya, pemerintah akan membentuk badan pengembangan kawasan Selat Sunda yang terdiri atas Dewan Pengarah dan Badan Pelaksana. Badan pelaksana ini kemudian menunjuk sebuah Badan Usaha yang nantinya merealisasikan pembangunan jembatan yang akan menelan dana investasi hingga Rp140 triliun.

"Anggaran itu termasuk untuk jalur kereta api," kata Menko. Karena besarnya dana yang dibutuhkan, pemerintah berharap anggaran tersebut bisa didanai oleh kalangan swasta. Sedangkan, pemerintah Propinsi Banten dan Lampung akan menjadi mitra swasta.

Hatta berharap pondasi jembatan yang akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatra tersebut bisa mulai dibangun pada 2013 atau 2014 oleh para teknisi Indonesia dan selesai dibangun pada 2020.

"Ini diharapkan putra otak (insinyur) Indonesia, tenaganya Indonesia, karena ini ikon kebangkitan kita yang juga mampu membangun jembatan terpanjang di dunia," kata Hatta. Harapannya jembatan ini jadi ikon layaknya Golden Gate Bridge di San Francisco dan Sydney Harbour Bridge di Australia.

Adopsi Teknologi Italia

Selain menggunakan teknisi Indonesia, menurut Hatta, jembatan ini akan menggunakan teknologi terbaru, serta dipastikan dirancang dengan kekuatan bangunan bisa tahan gempa sampai 9 Skala Richter. "Detail teknologi bagaimana itu terlalu teknis, sekarang kita menuju akhir rencana pembangunan ini," ujar Hatta.

Namun, Direktur PT Bangungraha Sejahtera Mulia, Agung R Prabowo, sebelumnya mengungkapkan teknologi pembangunan jembatan ini akan mengadopsi Jembatan Selat Messina di Italia. "Teknologi ini pun sudah diterapkan di China," kata Agung.

Bangungraha Sejahtera Mulia merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan Artha Graha Network (AG Network) yang terlibat dalam konsorsium pembangunan Jembatan Selat Sunda.

Menurut Agung, untuk mendanai pembangunan tersebut, sejumlah investor menyatakan minatnya, khususnya dari China. "Yang sangat serius ada 4-5 perusahaan," kata dia. Namun, Agung belum dapat menyebutkan nama perusahaannya.

Sedangkan dari dalam negeri, sejumlah perusahaan juga tertarik seperti PT Jasa Marga Tbk dan PLN. Jasa Marga akan menangani jalan tol, sedangkan PLN membangun jaringan kabel. "Mereka (PLN) punya rencana membangun jaringan kabel di bawah laut. Tapi mereka ingin ikut dengan kami melalui proyek jembatan tersebut," kata dia.

CT: Ekonomi RI Bakal Lima Besar Dunia




















29 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang sangat diperhitungkan oleh negara lain dalam jangka menengah dan panjang.

Bahkan pemilik CT Transcorp ini memprediksi, pada 2030 mendatang ekonomi Indonesia akan berada pada urutan kelima negara dengan perekonomian terbesar dunia.

Pada 2010 masih berada diperingkat 13 dunia dan pada 2020 pada urutan ke-9 dengan catatan, negara-negara di Eropa digabung jadi satu kawasan sebab kalau dipecah Indonesia menjadi urutan ke-18.

"Saat ini saja prospek usaha di Indonesia sangat bagus dengan outlook yang bagus dengan pemerintahan yang konservatif," kata Chairul dalam seminar BNI Economic Outlook 2011 di Hotel JW Marriot Jakarta, Senin (29/11/2010).

Kondisi perekonomian yang terus membaik, menurut Chairul, membuat perekonomian Indonesia terus diperhitungkan. Tanda-tanda itu misalnya terlihat pada pertumbuhan GDP yang awalnya diperkirakan nomor dua.

"Tapi dikoreksi dan Oktober 2010 ternyata kita berada di nomor satu dengan mengalahkan Rusia dan diperkirakan GDP growth 12,8 persen dari IMF (Dana Moneter Internasional)," kata Chairul.

Dikatakan, saat ini Indonesia memasuki bonus demografi di mana jumlah orang berpenghasilan lebih besar dibandingkan orang yang tak berpenghasilan.

Puncak bonus demografi diperkirakan akan terjadi pada 2018 di mana setiap 100 orang berpenghasilan hanya menanggung beban ekonomi dari 55 orang yang tidak punya penghasilan.

Untuk 2010 ini, lanjut Chairul, pendapatan per kapita penduduk 3.000 dollar AS dengan purchasing priority 4.380 dollar AS sehingga dikategorikan ke dalam lower-middle income dari pasar negara berkembang (emerging market).

"Pada 2015 Indonesia akan masuk dalam upper middle income seiring meningkatnya konsumsi yang luar biasa dari penduduknya yang usia produktif dengan potensi bisnis yang diperhitungan negara lain," kata Chairul.

Bangkit Setelah PHK

28 November 2010.

Oleh Lusiana Indriasari

KOMPAS.com
- Sejak krisis ekonomi melanda dunia belakangan ini, beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Mereka yang semula hidup mapan tiba-tiba harus memulai segala sesuatunya dari bawah.

Sudah hampir satu bulan ini, Hendra (41) lebih banyak berada di rumah. Ayah dua anak yang tinggal di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan, itu baru saja kehilangan pekerjaannya sebagai pengawas bidang pemeliharaan alat-alat berat di sebuah perusahaan pengeboran minyak.

Hendra tidak pernah menyangka tuntutan kenaikan gaji yang ia ajukan bersama teman-temannya berbuntut pada pemecatan. Padahal, ia sudah bekerja lebih dari enam tahun di perusahaan asing tersebut. Ia tidak boleh lagi bekerja setelah statusnya sebagai pekerja kontrak dicabut oleh manajemen perusahaan.

”Saya menuntut perbaikan kesejahteraan karena selama enam tahun ini gaji kami sebagai pekerja lapangan tidak naik-naik,” tutur Hendra yang sebelumnya mendapat gaji sekitar Rp 5 juta per bulan.

Kebutuhan hidup yang terus meningkat tanpa diimbangi pemasukan yang cukup membuat hidup Hendra semakin mepet. Dalam sekejap ia kehilangan satu-satunya penghasilan untuk menopang ekonomi rumah tangganya. Istrinya tidak bekerja, sementara kedua anaknya tentu membutuhkan biaya pendidikan yang tidak sedikit. Belum lagi ia masih harus membantu ibunya yang tinggal di kota lain.

Ekonomi rumah tangga Tri Handini (40) juga goyang ketika ia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai marketing perusahaan informasi dan teknologi (IT) di Jakarta. Maklum saja, gajinya selama ini menyumbang separuh dari total penghasilan rumah tangga yang ia kumpulkan bersama suaminya.

Perempuan yang akrab dipanggil Tuti ini terpaksa mengundurkan diri dari perusahaannya tahun 2009 lalu karena perusahaan tempat ia bekerja bermasalah. Sebelum mundur, ia dan 10 teman-temannya sempat dirumahkan hanya dengan menerima separuh gaji.

”Saya mundur karena percuma bertahan. Perusahaan tidak punya itikad baik untuk membayar karyawannya. Jangankan pesangon, uang Jamsostek yang dipotong dari gaji kami pun tidak dibayarkan,” kata Tuti yang lalu membuka usaha aksesori pakaian dan mukena.

Harga diri

Bagi laki-laki dengan embel-embel status kepala rumah tangga, kehilangan pekerjaan tidak hanya berarti kehilangan penghasilan, tetapi juga berimbas pada runtuhnya harga diri dan rasa percaya diri. Setidaknya itulah yang dirasakan Hendra ketika tidak lagi bekerja.

Agar bisa tetap menghidupi keluarga sekaligus menyelamatkan harga dirinya, Hendra rela bekerja apa saja. Ia memilih untuk mencari pekerjaan baru sambil bekerja seadanya sebagai sopir mobil sewaan. Meski penghasilannya tidak tetap, hanya mendapat Rp 100.000 sekali jalan, Hendra sudah bersyukur.

”Setidaknya saya masih bisa memberi makan dan menyisihkan untuk uang jajan anak,” tutur Hendra. Ia kini sudah menerima panggilan kerja di beberapa tempat di seputaran Jakarta.

Erick Kadarman (38) juga merasakan hal yang sama. Sebagai kepala rumah tangga, ketika ekonomi keluarganya anjlok akibat PHK, ia menyimpan perasaan bersalah, terutama kepada anaknya. ”Hati seperti diiris-iris melihat anak meminta sesuatu, tetapi saya tidak bisa memberikan,” tutur Erick.

Agar tetap bisa menghidupi keluarga sekaligus menyelamatkan harga dirinya, Erick rela bekerja apa saja untuk menambah pemasukan rumah tangga ketika perusahaan tempat ia bekerja di Jakarta mulai goyah. ”Saya harus menyiapkan sekoci baru sebelum ’kapal’ yang saya tumpangi benar-benar tenggelam,” kenang Erick.

Sambil tetap bekerja di perusahaan IT yang sudah digelutinya selama dua tahun, Erick juga berjualan pakaian. Baju dan celana yang ia beli dari Pasar Tanah Abang itu ia titipkan ke kantor-kantor temannya. Ternyata hasilnya lumayan.

Dari situlah Erick mulai menimbang-nimbang apakah akan mencari tempat kerja baru atau banting setir merintis bisnis apabila ia benar-benar di PHK. Dan, pilihannya jatuh pada yang terakhir.

Dengan modal tabungan Rp 7 juta, Erick mencoba berjualan burger di gerobak kaki lima di Jalan Lamandau, Jakarta Selatan, sambil masih tetap bekerja. Karena minim modal, awalnya Erick harus mengerjakan segala sesuatunya sendirian dibantu sang istri.

Jadilah pagi hingga sore hari Erick bekerja di kantor dan malamnya ia sudah siap di pinggir jalan untuk memasak burger. Karena lokasi jualannya merupakan tempat nongkrong anak muda, Erick membuka gerainya hingga pukul 12.00 malam.

Pulang dari berjualan ia masih harus belanja sayuran ke pasar, lalu mengolah daging burger di dapur rumahnya. Seluruh pekerjaan baru selesai sekitar pukul 04.00 pagi. Praktis Erick hanya punya waktu sekitar 2-3 jam untuk tidur sebelum ia berangkat lagi ke kantor.

Hasil kerja keras Erick berbuah nikmat. Bisnis burger yang ia beri nama Burger Blenger ini laris dilirik pembeli. Dalam waktu empat bulan, ia sudah bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp 4 juta per bulan, sama dengan gaji yang ia peroleh dari perusahaan IT yang memecatnya.

Setelah lebih dari delapan tahun berjalan, usaha burger yang dirintisnya semakin besar dan sudah memiliki empat outlet dan satu departemen pesan antar. Dalam satu hari, ia bisa menjual rata-rata 6.500 burger, dengan omzet sekitar Rp 50 juta per bulan.

Hati seperti diiris-iris melihat anak meminta sesuatu, tetapi saya tidak bisa memberikan.
-- Erick Kadarman

Tolak Uang Kembalian Dalam Bentuk Permen
















28 November 2010.

TANJUNGPINANG, KOMPAS.com -
Bank Indonesia (BI) mengimbau masyarakat yang berbelanja di toko maupun swalayan untuk menolak pengembalian uang dalam bentuk permen.

Deputi Pemimpin BI bidang SPMI dan Perbankan Batam, Jonson Pasaribu, Minggu (28/11/2010) mengatakan, pengusaha dapat dipidanakan jika mengembalikan uang kepada konsumen dalam bentuk permen, karena alat pembayaran yang sah adalah uang.

"Kami sudah berulangkali mengingatkan kepada pemilik dan pengelola swalayan maupun toko untuk tidak mengembalikan uang konsumen dalam bentuk permen," ujar Pasaribu.

Konsumen berhak menolak pengembalian uang dalam bentuk permen. Pengusaha melalui kasirnya tidak memiliki alasan mengembalikan uang dalam bentuk permen, yang dapat diterima konsumen.

"Berapa pun nilai uang yang dibutuhkan pengusaha tersedia di bank, jadi tidak ada alasan lagi untuk mengembalikan uang konsumen dalam bentuk permen," katanya.

BI mengimbau pedagang tidak menjadikan permen sebagai alat pengembalian sebagai pengganti uang.

Jika pedagang berkeras tetap menggunakan permen untuk mengembalikan uang konsummen, maka BI akan menindaklanjuti permasalahan itu dengan mengadukannya ke pihak berwajib.

"Ini bukan hanya sebatas ancaman, tetapi saya akan buktikan jika menemukan pedagang yang merugikan konsumen," ancamnya.

Pemerintah Harus Beli Produk Dalam Negeri

29 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk menciptakan ketahanan ekonomi nasional serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cepat, berkelanjutan, dan adil, sudah saatnya pemerintah melindungi produksi dalam negeri.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ginandjar Kartasasmita pada seminar nasional ICMI di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Ginandjar, selama ini Indonesia dikenal sebagai bangsa pembeli, bukan bangsa penjual. Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya produksi dalam negeri dilindungi.

Caranya, pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) berperan sebagai pembeli utama semua produksi dalam negeri. Ini bisa dilakukan dan tidak melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) soal perdagangan bebas.

”Di Indonesia, disuruh membeli produk dalam negeri susah sekali. Untuk meningkatkan mutu produksi dalam negeri bisa menggunakan Standar Nasional Indonesia,” ujar Ginandjar, yang pada era Orde Baru pernah menjadi Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN)/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kemandirian ekonomi merupakan syarat mutlak agar Indonesia bisa bersaing pada era globalisasi. Dulu, ujar Ginandjar, ketika dirinya menjadi Menmud UP3DN/Ketua BKPM, pemerintah sengaja memproteksi pengusaha nasional.

”Dulu, pengusaha seperti Arifin Panigoro, Aburizal Bakrie, dan Abdul Latief, pernah menikmati kebijakan tersebut. Sekarang mereka sudah menjadi pengusaha besar. Mungkin sekarang pengusaha nasional tidak perlu diproteksi, tetapi pemerintah/BUMN berfungsi sebagai pembeli besar produksi dalam negeri,” kata Ginandjar.

Dari Bandung dilaporkan, sosialisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang dilakukan Menteri Perindustrian MS Hidayat masih sebatas inventarisasi permasalahan dunia usaha.

Berdasarkan pengamatan Kompas, kegiatan inventarisasi P3DN sudah sering dilakukan di kementerian teknis dan forum komunikasi, dengan dunia usaha dan instansi terkait.

Peserta sosialisasi masih mengeluhkan berbagai persoalan klasik yang belum diselesaikan pemerintah, terutama masalah infrastruktur.

Sementara itu, pemerintah lebih mengedepankan target pertumbuhan industri dan tantangan industri dalam menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, kondisi jalan yang rusak sangat menghambat kegiatan dunia usaha.

”Kerusakan infrastruktur menyebabkan minat investasi terhambat. Akibatnya, industri yang diharapkan menumbuhkan sektor padat karya sulit berkembang,” ujar Ade.

Ketua Asosiasi Industri Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko mengatakan, kebijakan importasi barang, khususnya bahan baku bagi industri alas kaki, masih menjadi persoalan yang belum tuntas.

Abdul Sobur dari Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia menekankan masalah pemanfaatan bahan baku rotan. Perdagangan bebas menghancurkan industri rotan sebagai salah satu unggulan dari sektor industri kerajinan.

MS Hidayat menegaskan, menyongsong tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan seluruh menteri untuk melakukan penghematan anggaran agar ada dana tambahan Rp 100 triliun untuk perbaikan infrastruktur.

Taryana Agak "Gila" Gara-gara Ubi

25 November 2010.

KOMPAS.com — Taryana (35) mengaku nekat waktu memutuskan belajar budidaya ubi pada tahun 1998-1999 di Jepang, tepatnya di Prefektur Gunma. Padahal, ia tak bisa bahasa Jepang. ”Di Jepang, saya sudah seperti romusa, sering dimaki pekerja lain supaya bekerja sempurna,” kenangnya.

Tak ada yang tak mungkin kalau mau berusaha meski saya rasanya sudah agak gila gara-gara ubi

Namun, gemblengan itu pula yang membuat Taryana sadar untuk bekerja keras. Singkat kata, tak ada yang menggerakkan Taryana untuk ngotot merantau, hingga ke Jepang sekalipun, selain kesenangannya meneliti ubi.

Selain memasarkan ubi, petani warga Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, itu sering melakukan eksperimen sederhana. ”Meski hasilnya hancur, tak apa-apa asalkan pengetahuan bertambah. Saya belajar sehingga tak melakukan kesalahan yang sama,” ujarnya.

Ia, misalnya, pernah menghasilkan 15 ton ubi pada tahun 2006. Akan tetapi, semua ubi terkena jamur. Semua itu dilakukan hanya untuk belajar. Taryana juga pernah punya mitra bisnis yang menanamkan modalnya untuk mengekspor ubi. Namun, negara-negara tujuan ekspor menolak.

”Di Malaysia dan Singapura, ubi tidak diterima. Ubi sebanyak 60 ton terkena lanas. Kejadian itu sekitar 10 tahun lalu. Saya rugi besar hingga Rp 500 juta,” katanya.

Pasang surut

Akibat kegemarannya meneliti, Taryana mengalami pasang surut usaha. Sejak tahun 1994 ia berkebun ubi. Saat itu Taryana memiliki lahan seluas 1 hektar yang menghasilkan 20 ton ubi per bulan. Tahun 1995, ia mampu meluaskan lahannya hingga menjadi 3 hektar.

”Waktu itu hasil panen bisa mencapai 50 ton per bulan. Sekarang saya hanya punya lahan sekitar 4.000 meter persegi. Hasilnya sekitar 10 ton per minggu,” tuturnya.

Lahan yang lain dijual karena beberapa kali ia menderita kerugian. Berkali-kali Taryana jatuh, tetapi tak juga kapok. Meski demikian, berkat pengetahuannya, ia mulai menuai hasil. Ubi yang dihasilkan saat ini sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu sekitar 2,5 ton per minggu.

Selain itu, bukan pelanggan sembarangan yang menjadi pembeli rutin ubi Taryana. Toko-toko dan beberapa supermarket ternama memesan ubi tersebut. ”Sekarang lima supermarket di Jakarta sudah memesan ubi secara rutin,” tuturnya.

Tenaga kerja yang terserap juga sudah bertambah, dari lima orang pada tahun 2009 menjadi 20 orang saat ini. Taryana mengaku sudah berkebun secara turun-temurun. Ia tak ingat persisnya. Namun, paling tidak kakek Taryana sudah menanam ubi.

”Saya bertekad terus bertani ubi dan belajar. Setidaknya saya ingin menjaga orisinalitas genetis ubi cilembu,” kata Taryana yang lahir di Cilembu itu. Ia tetap optimistis untuk menghasilkan ubi yang unggul dan memajukan usahanya.

”Tak ada yang tak mungkin kalau mau berusaha meski saya rasanya sudah agak gila gara-gara ubi,” Taryana berseloroh. Berkat ketekunannya, ia pernah menerima penghargaan sebagai Taruna Teladan dari Kontak Tani Nelayan Andalan dan bertemu Presiden Soeharto pada tahun 1995.

”Tetapi, saya belum berhasil. Setidaknya saya menargetkan bisa menghasilkan ubi sebanyak 10 ton per hari,” tuturnya merendah.

Pekerja Tak Manfaatkan Kemampuan Maksimalnya

26 November 2010.

BANDUNG, KOMPAS.com - Sekitar 30 persen tenaga kerja di Indonesia bekerja secara under employment atau tak memanfaatkan kemampuannya secara penuh. Indikasinya seperti, jumlah jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam dan pendapatan yang tak maksimal.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Bandung, Jumat (26/11/2010), mengatakan, mereka yang bekerja secara under employment bekerja di bawah kemampuan masing-masing. Penyebab kondisi itu yakni, lapangan kerja yang tersedia tak bisa mengakomodir mereka.

Rusman menambahkan, sekitar 70 persen tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor informal. Pemasukan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia masih didominasi sektor informal atau sekitar 56 persen. Maka, sektor itu perlu dipertahankan dan diupayakan meningkat kelasnya.

Menurut Direktur Pusat Inovasi, Kewirausahaan, dan Kepemimpinan Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung Dwi Larso, persaingan memperebutkan pekerjaan semakin ketat. Karena itu, sebagian masyarakat terpaksa menempati posisi apapun asal bisa bekerja.

"Sarjana misalnya, bekerja sebagai sekretaris. Padahal, tenaga kerja yang dibutuhkan hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA)," katanya. Dampaknya, sarjana tersebut menerima gaji yang yang lebih rendah karena kemampuan yang tak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Orang Miskin RI 8 Kali Warga Singapura

26 November 2010.

BANDUNG, KOMPAS.com — Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan mengakui, jumlah penduduk miskin Indonesia masih besar. Angka itu sekitar 31 juta orang atau sebesar 13,3 persen dari penduduk Indonesia, lebih kurang 230 juta orang.

"Itu jumlah yang besar. Kira-kira sama dengan delapan kali jumlah penduduk Singapura," ujar Rusman di Bandung, Jumat (26/11/2010).

Penduduk miskin yakni mereka yang tak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya. Berbagai kebutuhan itu seperti makanan dengan acuan antara lain sebesar 2.100 kalori per hari. Kebutuhan lain yakni nonpangan, seperti sekolah, mobilitas, dan kesehatan. Penduduk miskin bisa dibantu dengan subsidi.

"Dukungan lain misalnya beras untuk rakyat miskin (raskin). Akan tetapi, langkah-langkah itu tetap tak membuat pendapatan mereka naik," katanya.

Rusman juga menyebutkan angka pengangguran terbuka sekitar 7,41 persen. Mereka dianggap tidak bekerja sama sekali. Kondisi yang terjadi yakni tumbuhnya sektor informal. "Dulu, sektor itu dianggap kecelakaan ekonomi, tapi sekarang sudah sejajar," kata Rusman.

Koperasi Wanita dan Koperasi Pondok Pesantren Didirikan di Seluruh Daerah di NTB

16 November 2010.

TEMPO Interaktif, MATARAM - Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) M Nur Asikin Amin menjelaskan, di seluruh daerah di NTB segera dibentuk koperasi wanita di 917 desa, serta 520 koperasi pondok pesantren.

Menurut Nur Asikin, untuk mempermudah proses pendirian badan hukum koperasi wanita maupun koperasi di pondok pesantren, Pemerintah NTB akan membantu separuh dari biaya akte notaris yang biasanya mencapai Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. ”ini kami lakukan untuk membangkitkan minat masyarakat mendirikan koperasi,” kata Nur Asikin ketika ditemui di kantornya, Selasa (16/11).

Nur Asikin menjelaskan pula, keberadaan koperasi sebagai lembaga keuangan mikro terbukti sangat besar andilnya membantu modal usaha anggotanya.

Di NTB saat ini terdapat 1.700 unit koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP), dengan jumlah anggota 390.783 orang. Dari asetnya yang mencapai Rp 550,602 miliar, volume usahanya hingga Rp 826,052 miliar.

Nur Asikin optimitis KSP/USP, ditambah koperasi wanita dan koperasi di seluruh pondok pesantren mampu mengentaskan kemiskinan di NTB. ”Kita tidak usah bicara industri besar. Kalau setiap anggota dipinjami Rp 1 juta bisa digunakan untuk modal usaha,” ujarnya.

Sisa hasil usaha (SHU) KSP/USP di NTB setahun terakhir mencapai Rp 27,834 miliar. Sedangkan secara keseluruhan, dari 3.007 unit koperasi yang ada di NTB yang volume usahanya Rp 1,011 triliun menghasilkan SHU Rp 35,532 miliar.

Potensi KSP/USP sangat besar. Tingkat kepemilikan modalnya mencapai Rp 246,776 miliar. Jika persyaratan mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR) dengan modal minimal Rp 10 miliar, potensi kepemilikan modal KSP/USP bisa dipakai mendirikan 24 BPR.

5 Perusahaan Energi yang Tumbuh Tercepat

Perusahaan Indonesia, Adaro Energy masuk di peringkat sembilan.

26 November 2010.

VIVAnews - ExxonMobil, British Petroleum, Total SA, dan Chevron merupakan beberapa perusahaan energi besar. Namun, tahukah Anda perusahaan energi mana dengan pertumbuhan tercepat di dunia?

Pertumbuhan tercepat yang dimaksud adalah untuk kategori perkembangan aset, pendapatan, laba, dan pengembalian modal yang ditanamkan tahun lalu. Menariknya, sebagian besar perusahaan dengan pertumbuhan paling cepat berasal dari negara dengan pasar yang sedang berkembang (emerging market).

Indonesia adalah salah satunya. Perusahaan tambang batu bara di Indonesia, PT Adaro Energy Tbk masuk dalam peringkat ke-9 untuk pertumbuhan tercepat. Tingkat pengembalian investasi Adaro selama tiga tahun sebesar 40,3 persen. Dengan pendapatan US$2,82 miliar, Adaro memiliki cadangan batu bara sekitar 3,5 miliar ton.

Selain Adaro, perusahaan energi mana yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia tersebut? Berikut daftar perusahaan itu yang VIVAnews kutip dari laman Businessinsider.

1. Ultrapar Participacoes SA

Perusahaan dengan pendapatan US$19,94 miliar ini mempunyai tingkat pengembalian investasi sebesar 96 persen dalam tiga tahun. Ultrapar memiliki cadangan bahan bakar gas cair cukup besar.

Pada 2009, anak usahanya Ultracargo mengakuisisi terminal penyimpanan dari Puma Storage do Brasil. Perusahaan juga akan mengakuisisi Distribuidora Nacional de Petroleo Ltda dengan nilai sekitar US$49 juta.

Perusahaan ini berdiri sejak 1953 di Brazil. Ia mendistribusikan bahan bakar minyak, bahan kimia, dan produk petrokimia. Pada Juli 2010, perusahaan mendivestasi usahanya sebesar US$42,95 miliar yang ditransfer ke Aqces Logistica Internacional Ltda.

2. RusHydro JSC

Perusahaan dengan pendapatan US$3,79 miliar ini memiliki tingkat pengembalian investasi 77,8 persen. Perusahaan yang bergerak di bidang pembangkit listrik ini mempunyai kapasitas 25.423,5 megawatt (MW) per 31 Desember 2009.

Perusahaan yang terbentuk pada 2004 ini adalah perusahaan yang menggerakkan hydropower yang dulunya dikenal sebagai Hydro-OGK. Pada Juli menjadi perusahaan terbuka dengan melakukan penawaran saham perdana.

Namun, pada 19 Agustus 2009, terjadi ledakan transformator di pembangkit listrik Sayano-Shushenskaya di Siberia yang menewaskan 67 orang.

3. China Resources Power Holdings

Perusahaan dengan pendapatan US$4,28 miliar itu memberikan tingkat pengembalian investasi 50,5 persen dalam tiga tahun.

Perusahaan pembangkit ini mempunyai kapasitas 15.755 MW pada Agustus 2009, dan akan mengakuisisi 19 tambang batu bara di Provinsi Shanxi. Perusahaan yang dibentuk di Hong Kong pada 2001 mengembangkan dan mengoperasikan pembangkit listrik dan tambang batu bara.

4. Abu Dhabi National Energy Co

Perusahaan dengan pendapatan US$4,48 miliar ini memberikan tingkat pengembalian investasi 50,4 persen dalam tiga tahun. Perusahaan ini mempunyai cadangan terbukti sebesar 547 juta barel ekuivalen minyak.

Perusahaan yang didirikan pada 2005 ini dimiliki 51 persen oleh perusahaan energi pemerintah. Abu Dhabi National Energy mengoperasikan pembangkit listrik, pengolahan air, produksi minyak, dan gas.

5. NuStar Energy LP

Perusahaan dengan pendapatan US$3,85 miliar itu mampu mengembalikan investasi 50,3 persen. Perusahaan yang mengombinasikan kilang aspal ini memproduksi 104.000 barel per hari.

Pada Maret 2008, NuStar Energy mengakuisisi perusahaan penyulingan aspal CITGO seharga US$4,5 miliar dan membayar tambahan US$360 juta untuk cadangan.

Perusahaan yang didirikan pada 1999 ini mengoperasikan penyulingan dan penjualan aspal, terminal bahan bakar minyak dan pipa minyak. Pada 31 Desember 2009, perusahaan yang berbasis di Texas ini memiliki 88 fasilitas penyimpanan dan memperpanjang pipa lebih dari 8.417 mil.

Pertamina Bangun Terminal Minyak Terbesar

25 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com -
PT. Pertamina sedang membangun pusat penampungan minyak mentah (centralized crude terminal-CCT) yang kapasitasnya terbesar kedua di Asia setelah Bahrain.

Terminal yang berlokasi di Lawelawe, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu akan mampu menampung 17,720 juta barrel minyak dan diharapkan sudah beroperasi selambat-lambatnya 2014.

"Saat ini sudah ada tujuh buah tangki yang berdiri dengan kapasitas masing-masing 880 ribu barrel," kata Fetty, Corporate Public Relations PT. Pertamina Balikpapan, Kamis (25/11/2010).

Secara bertahap hingga 2014 akan dibangun 20 tangki dengan kapasitas total 880 ribu barrel. Tujuh tangki yang sudah ada sebenarnya sudah dibangun sejak 1980-an. Tangki-tangki itu dibuat untuk menyuplai bahan baku bagi kilang Balikpapan II.

Menurut Fetty, CCT itu akan membuat stok minyak Indonesia lebih stabil. Dengan stok yang stabil, harga juga bisa dijaga lebih konstan. CCT berfungsi sebagai gudang minyak ini akan menjadi pemasok bahan baku tidak hanya bagi kilang Balikpapan, tapi juga bagi kilang-kilang Pertamina yang lain, yaitu Dumai, Riau, Plaju, Sumatera Selatan, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Cilacap, Jawa Tengah, dan Sorong, Papua.

"Tidak menutup kemungkinan juga minyaknya kita jual kembali, terutama untuk kilang-kilang di sekitar Indonesia seperti di Filipina, Malaysia, dan Australia," ujar Fetty.

Minyak yang disimpan di tangki-tangki Lawelawe sendiri 60 persen akan berasal dari luar Indonesia alias minyak impor seperti Vietnam, China, Malaysia, Australia, Papua Nugini, Brunei, Azerbaijan, bahkan dari Afrika yaitu Nigeria, Libya, Sudan, dan Angola.

Sebanyak 40 persen sisanya berasal dari berbagai lapangan minyak Indonesia seperti dari Warukin dan Tanjung di Kalimantan Selatan, Sepinggan, Bekapai, Handil, Senipah, Sangasanga, Badak, dan Sangatta di Kutai Kartanegara, dan dari Pulau Bunyu dan Tarakan di Tarakan, Kaltim.

Juga minyak dari sumur-sumur di Pulau Sulawesi, di Laut Jawa, Natuna, Langsa, dan di Jatibarang, Jawa Barat. Kilang Balikpapan sendiri mampu mengkonversi per hari 280 ribu barrel minyak mentah menjadi berbagai produk bahan bakar.

Pilihan Waralaba bagi Pemula

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk Anda yang ingin memulai bisnis waralaba, berhati-hatilah jika memilih waralaba makanan.

Pakar strategi bisnis dan marketing, Freddy Rangkuti, menilai, menjalankan bisnis waralaba makanan akan lebih berat dibanding waralaba bidang kesehatan, transportasi, atau alat kecantikan. "Kalau untuk pemula lebih berat, karena kompetitornya lebih banyak. Pedagang kaki lima kan juga banyak yang menjual," ujar Freddy kepada Kompas.com dalam Franchise License Expo 2010 di Jakarta Convention Center, Minggu (14/11/2010).

Memang, waralaba makanan tampak lebih banyak jenisnya dibanding bidang lainnya. Di pameran Franchise License Expo 2010 saja, stan waralaba makanan seperti makanan kecil dan minuman tampak mendominasi. Mulai dari stan waralaba jenis kopi, es, frozen yogurt, aneka kue basah, kue kering, olahan jamur, bakso, mi, hingga ayam goreng ramai dikunjungi.

Kemudian Freddy mengingatkan, jika ingin tetap memulai waralaba bidang makanan, para pebisnis pemula dapat mencoba waralaba makanan tradisional. Makanan jenis tradisional atau makanan khas daerah atau negara tertentu, kata Freddy, lebih mudah menembus pasar karena sifatnya yang unik dan beda dari yang lain, seperti takoyaki khas Jepang, angkringan yogyakarta, atau serabi bandung.

Mengenai waralaba apa yang sebaiknya dipilih, Freddy menyarankan agar disesuaikan dengan modal yang dimiliki. Namun, idealnya, katanya, untuk pemula lebih baik memilih waralaba jenis transportasi, kesehatan, dan kecantikan. "Tapi yang terpenting dalam menjalankan bisnis itu jangan ikutan, intinya harus beda," imbuh Freddy.

Tips Memilih Perusahaan Efek untuk Investasi

24 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Para investor hendaknya harus berhati-hati dalam memilih perusahaan efek tempat menginvestasikan uang mereka di pasar saham. Sekarang ini ada beberapa perusahaan efek nakal yang dapat menyalahgunakan uang investasi para investornya.

Menurut Irwan Ariston Napitupulu, salah satu praktisi pasar modal Indonesia, setidaknya ada tiga tips yang perlu diperhatikan dalam memilih perusahaan efek yang kredibel. Yang harus dipertimbangkan pertama kali adalah besar kecilnya perusahaan tersebut. "Investor sebaiknya memilih perusahaan efek yang besar. Kadang ada perusahaan kecil yang mengiming-imingi banyak kemudahan. Menurut saya, lebih baik pilih yang sudah memiliki nama," ujarnya di sela-sela acara Media Briefing kartu AKSes di Hotel Novotel, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (24/11/2010).

Tips kedua, menurut Ariston, adalah investor sebaiknya memilih perusahaan efek yang aktif di lantai bursa. Dan ketiga, adalah pemilihan investor yang dapat dipercaya. "Kalau perlu kita kenal dengan si broker. Kalau broker-nya tidak kredibel atau tidak dipercaya, nanti bisa disalahgunakan uang kita," tuturnya.

Selain ketiga hal tersebut, Ariston mengatakan, sebaiknya para investor membagi-bagi investasinya di dua jenis perusahaan efek yang berbeda, yaitu perusahaan efek milik pemerintah dan swasta. Ini disebabkan masing-masing jenis perusahaan memiliki kelebihan yang berbeda. "Buat saya, lebih aman investasi di perusahaan pelat merah, dana investasi kita kalau ada apa-apa terjamin karena induknya jelas. Tapi kalau soal analisis, jelas perusahaan efek swasta, terutama milik asing masih lebih bagus. Jadi, kita bagi-bagi saja untuk mengurangi risikonya," ungkapnya.

Pasir Kali Boyong Kini Jadi Berkah














25 November 2010.

SLEMAN, KOMPAS.com - Setelah sebelumnya menghantui warga, kini endapan lahar dingin Merapi di ruas Kali Boyong jadi berkah warga yang menambangnya. Truk-truk pasir panjang mengantre di titik-titik penambangan seperti Dusun Krikilan, Sariharjo Ngaglik, dan Dusun Ngaglik, Sardonoharjo, Ngaglik, Rabu (24/11).

Di Dusun Krikilan terdapat dua titik penambangan di tepi kali. Puluhan truk dan mobil pikap berderet dari Jalan Damai hingga gang kampung berkonblok menunggu giliran turun ke kali membawa pasir.

Ratusan penambang pasir dadakan ini kebanyakan buruh serabutan. Ada juga yang dulunya penambang di Kali Gendol dan warga sekitar. Pasir-pasir ini disetor ke toko-toko bangunan di seluruh DIY hingga sejumlah daerah di Jawa Tengah seperti Jepara, Wonosobo, hingga Demak.

Hardi (33), warga Sumberan dan Ponirah (39) warga Krikilan mencoba mengais berkah Merapi. Hasikin (35) sebelumnya menambang di Kali Gendol, Cangkringan.

Sekali mengisi truk, mereka mendapat upah Rp 100.000-Rp 120.000 dari sopir truk. Menurut penambang dan sejumlah sopir, pasir-pasir ini dibeli toko-toko bangunan Rp 250.000-350.000 per rit (truk). Pasir Merapi kualitasnya bagus untuk membuat batako.

Ketua RT 06 Krikilan Yusuf mengatakan, setiap hari, sekitar 120 truk dan 20-30 pikap masuk. Dusun menetapkan uang sumbangan pemeliharaan jalan Rp 25.000 untuk truk sekali masuk, dan Rp 5.000 untuk pikap. Waktu pengambilan pasir pukul 06.00-17.00.

Sejumlah warga terganggu dengan suara hilir-mudik truk-truk pasir ini. ”Namun,, saya bisa memaklumi karena kampung juga aman dari banjir karena sedimen kali diambil,” kata seorang warga Krikilan.

Papua dan Aceh, Daerah Kaya Tapi Miskin

Provinsi Papua dan Aceh memiliki kabupaten daerah tertinggal terbanyak.

23 November 2010.

VIVAnews - Data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menyebutkan Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai dua wilayah yang paling banyak memiliki kabupaten daerah tertinggal.

Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Helmy Faishal Zaini, mengatakan, daerah tertinggal di Indonesia mencapai 183 kabupaten. Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, dari 183 kabupaten itu, Provinsi Papua memiliki kabupaten daerah tertinggal terbanyak, yakni 27 kabupaten.

Sementara itu, Aceh memiliki 12 kabupaten daerah tertinggal. Jumlah kabupaten daerah tertinggal di Aceh sedikit lebih banyak dibanding Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah.

"Target selama periode Kabinet Indonesia Bersatu II adalah keluarnya 50 kabupaten dari ketertinggalan," kata Helmy dalam keterangannya yang diterima VIVAnews.com di Jakarta.

Hasil pencacahan sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Papua mencapai 2,85 juta jiwa. Dengan luas wilayah 317.062 km persegi, kepadatan penduduk Papua mencapai sembilan orang per km persegi.

Sementara itu, untuk Provinsi Aceh, dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk tercatat 4,48 juta jiwa. Dengan luas wilayah 58,37 ribu km persegi, kepadatan penduduk Aceh sebanyak 77 orang per km persegi.

Namun, yang memprihatikan adalah soal kemiskinan. Hasil sensus nasional terbaru BPS menyebutkan angka kemiskinan di wilayah paling ujung timur dan barat Indonesia itu masih menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup parah. Persentase angka kemiskinan di Papua, Papua Barat, dan Aceh jauh lebih besar dibanding rata-rata nasional 13,33 persen.

Angka kemiskinan di Provinsi Papua Barat mencapai 36,80 persen, sedangkan Papua 34,88 persen. Aceh menempati peringkat ke-7 dengan persentase angka kemiskinan mencapai 20,98.

"Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun," kata Kepala BPS Rusman Heriawan dalam penjelasan hasil sensus nasional yang dirilis baru-baru ini.

Yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Angka garis kemiskinan pada Maret 2010 adalah Rp211.726 per kapita per bulan.

Untuk mengentaskan daerah-daerah tertinggal itu, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal meluncurkan program Bedah Desa sebagai instrumen untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Menurut Helmy, program Bedah Desa bertumpu pada tiga pilar pendekatan yakni agribisnis, berbasis mata pencaharian berkelanjutan, dan hak. Ini bertumpu pada partisipasi, penguatan akses dan reformasi agraria, serta akuntabilitas. Target Bedah Desa adalah kemandirian, demokrasi, dan kesejahteraan.

Daerah Kaya Tapi Miskin
Jika membandingkan antardaerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat, serta Aceh.

Di wilayah Papua terdapat salah satu raksasa bisnis Amerika di Indonesia, yakni Freeport McMoRan Copper & Gold. Melalui PT Freeport Indonesia, perusahaan emas kelas dunia asal Amerika itu menjadi salah satu penambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.

Freeport beroperasi di daerah dataran tinggi di Mimika. Kompleks tambang di Grasberg itu merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia. Wilayah ini juga mengandung cadangan tembaga dan emas terbesar sejagat. Tahun lalu, Freeport menghasilkan sekitar 86 ton emas.

Berdasarkan data Freeport-McMoran per akhir 2009, Freeport Indonesia merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi induk perusahaan tambang emas yang berpusat di Phoenix, Arizona, AS itu. Freeport Indonesia membukukan pendapatan US$5,9 miliar, jauh melampaui perusahaan Freeport yang beroperasi di Amerika Utara dengan pendapatan US$4,8 miliar.

Namun, tak bisa dipungkiri Freeport juga membayarkan manfaat langsung bagi Indonesia. Freeport Indonesia telah menyetor kepada pemerintah Indonesia senilai US$1,01 miliar. Selama periode April-Juni 2010, Freeport Indonesia juga telah melakukan kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar US$634 juta atau sekitar Rp5,7 triliun.

Kondisi hampir serupa juga terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Jerman menemukan potensi minyak (hidrokarbon) dalam jumlah sangat besar sekitar 107,5-320,79 miliar barel di perairan timur laut Pulau Simeulue, Aceh.

Potensi kekayaan tersebut cukup signifikan jika dibandingkan cadangan minyak Arab Saudi yang mencapai 264,21 miliar barel. Bila potensi minyak itu terbukti, Aceh bisa lebih kaya dari Arab Saudi.

Selain kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam di Aceh Utara dan Aceh Timur. Provinsi di ujung barat Indonesia itu juga terkenal dengan sumber hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, hingga Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.

Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005 menyebutkan, perikanan menyumbangkan 6,5 persen dari pendapatan daerah bruto (PDB) senilai Rp1,59 triliun selama 2004.

Aceh juga memiliki sejumlah industri besar di antaranya PT Arun, yang merupakan kilang pencairan gas alam, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Asean Aceh Fertilizer, PT Kertas Kraft Aceh, PT SAI-Lafarge, Semen Andalas, dan ExxonMobil untuk industri kilang gas alam.

Selain itu, Aceh memiliki pertambangan emas di antaranya di Woyla, Seunagan (Aceh Barat), Pisang Mas (Beutong), serta Payakolak, Takengon (Aceh Tengah).

Butuh Rp370 Miliar Pulihkan Ekonomi di Wasior















Sementara itu, nilai kerusakan dan kerugian akibat bencana itu mencapai Rp280 miliar.

24 November 2010.

VIVAnews - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa untuk memulihkan dan menghidupkan kembali perekonomian akibat bencana banjir serta longsor di Wasior, Papua diperlukan dana Rp370 miliar.

Sementara itu, nilai kerusakan dan kerugian akibat bencana tersebut ditaksir Rp280 miliar.

"Kebutuhan ini terbagi untuk pemulihan di lokasi lama sebesar Rp140,9 miliar dan relokasi Rp229,4 miliar," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana dalam presentasinya di Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Rabu 24 November 2010.

Armida menambahkan, rencana pemulihan itu dilakukan dengan perencanaan pembangun fasilitas baru seperti sarana dan prasarana publik, sosial, yang direncanakan pada 2011.

Khusus program relokasi, pekerjaan konstruksi, dan lain-lain juga akan dikerjakan pada 2011. Namun, untuk pemindahan penduduk dan pemberdayaan ekonomi ke lokasi baru serta sarana dan prasarananya akan dimulai pada 2012.

Sayangnya, Armida tidak menyebutkan jumlah warga yang akan dipindahkan dalam dua tahun ke depan itu. Namun, dalam dokumen perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi atas bencana Wasior itu disebutkan pemerintah telah menyiapkan lokasi di sebelah selatan Wasior. Jaraknya sekitar 56 kilometer dari Wasior. "Luasnya 1.500 hektare," ujarnya.

Lokasi itu, menurut dia, dapat diakses dari jalan darat, baik dari Wasior dan Ambumi serta berada di perlintasan rencana jalan Kalmana, Nabire, dan Manokwari. Penetapan lokasi itu juga sesuai dengan SK Bupati Teluk Wondama Nomor 55 Tahun 2010.

Zukri, Juragan Jahe Instan asal Makassar








24 November 2010

KOMPAS.com - Berbekal kerja keras dan kreativitas, Zukri meraih sukses sebagai pengusaha jahe instan khas tanah kelahirannya, Makassar. Tak hanya jahe instan, ia juga sukses mengelola perusahaan penyedia jasa training management outbond. Omzet dari masing-masing usahanya tersebut bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.

Pengusaha sukses memang tak harus berasal dari sebuah keluarga pengusaha. Seperti yang terlihat pada Zukri. Meski darah wirausaha sama sekali tak mengalir dalam tubuhnya, toh, pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan ini mampu meraih sukses sebagai seorang pengusaha.

Berkat kerja keras dan kreativitasnya mengembangkan resep minuman tradisional jahe asli Makassar, Sukma Jahe bisa diterima masyarakat dengan baik.

Zukri mengembangkan usaha jahe instan ini sejak dua tahun lalu. Zukri yang juga pemilik UD Monity Jaya Bersama mampu memodifikasi resep minuman jahe khas Kota Angin Mamiri tersebut hingga menghasilkan aroma dan rasa yang berbeda dengan produk-produk jahe instan lainnya.

Saat ini, Sukma Jahe sudah beredar di pelbagai kota di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kapasitas produksinya 50.000 sachet per bulan. Dengan harga jual Rp 2.000 sachet, omzet yang dikantongi Zukri bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.

Padahal, untuk memasarkan produk jahe instannya, Zukri hanya mengandalkan agen-agen penjualan yang ada di tiap daerah. "Meski hanya melalui perantara agen, penyebaran produk ini lebih cepat," ujarnya.

Sayangnya, Sukma Jahe memang belum nongol di gerai-gerai supermarket atau pasar modern. Bukannya tak pernah mencoba, ia merasa, sistem pembayaran di pasar modern akan mempersulit permodalannya. "Padahal pelaku UKM seperti saya ini yang relatif lemah permodalan, harusnya malah lebih dipermudah," katanya.

Selain itu, Zukri mengungkapkan, ia tak punya cukup waktu untuk mengurus semua tetek bengek pembayaran di pasar modern. Pasalnya, selain sebagai produsen jahe instan, ia juga menggerakkan usaha lain.

Sejak enam tahun silam atau tepatnya tahun 2004, ia menerjuni usaha jasa yang menawarkan pelatihan manajemen berbasis outbond. Berbeda dengan usaha jahe instannya yang terletak di Bekasi, bisnis jasa yang bernama Parabus Malino Tour dan Outbound ini berlokasi di Makassar.

Pada usaha outbond ini, Zukri mengadopsi beragam metode dengan memanfaatkan alam terbuka untuk menyampaikan materi pelatihan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Ia memadukan unsur kerjasama, mengasah kreativitas, serta meningkatkan rasa percaya diri dan jiwa kepemimpinan. Sehingga, peserta harus menemukan teori dan pemecahan masalah dengan cepat. Dan, pada akhirnya, mereka mampu menerapkan pengalaman tersebut dalam dunia kerja. "Dengan aktivitas ini, perusahaan bisa memperbaiki sistem kerja menjadi lebih baik," katanya.

Sebagian besar klien yang menjadi langganannya tergolong perusahaan besar yang biasanya memiliki cabang di Makassar. Misalnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan perbankan lainnya. Ada pula PT Aneka Tambang Tbk dan PT Frisian Flag yang kerap menggunakan jasanya.

Dalam usahanya ini, Zukri memang tak hanya menyediakan pelatihan dengan para trainer yang berpengalaman. Namun, ia juga menawarkan fasilitas penginapan dan transportasi sekaligus.

Bahkan, klien juga bisa memilih paket rekreasi tanpa harus mendapatkan materi pelatihan manajemen. Bermacam kegiatan dengan basis alam, seperti rafting, paintball, dan berpetualang ke tempat-tempat wisata di sekitar Makassar, menjadi bagian paket wisata yang bisa dipilih. Ia pun mengklaim, jasa training outbond miliknya adalah yang terbaik di ibukota Sulawesi Selatan.

Sekarang, Parabus bisa mengumpulkan omzet sekitar Rp 100 juta-Rp 200 juta setiap bulan.

Lantaran Zukri memiliki usaha jahe instan di Bekasi yang juga membutuhkan perhatiannya, pengelolaan Parabus sering diserahkan kepada stafnya.

Kini, Zukri hanya berperan sebagai pemegang saham di tempat itu. Tapi, sesekali, ia menyambangi Makassar untuk memantau operasional Parabus. Atau, bila ada klien besar yang akan melakukan pelatihan dan membutuhkan campur tangannya, Zukri tak segan terbang ke Makassar.

Kegemukan, Musuh Baru Dunia

















23 November 2010.

Obesitas alias kegemukan diperkirakan akan menjadi musuh kesehatan baru dan nomor satu di negara-negara maju. Dampak kegemukan mirip dengan rokok. Kegemukan tak hanya memengaruhi tingkat kesehatan warga, tetapi juga membebani keuangan negara.

Saking pentingnya persoalan kegemukan bagi pembangunan bangsa, persoalan ini menjadi agenda khusus dalam pertemuan tingkat Menteri Kesehatan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic and Co-operation and Development/OECD) di Paris, 7-8 Oktober lalu.

Persoalan kegemukan menjadi penting karena kegemukan menyebabkan membengkaknya biaya kesehatan yang harus ditanggung negara. Di sisi lain, kegemukan juga membuat negara kehilangan tenaga produktif yang bisa dimanfaatkan untuk membangun bangsa.

Sebagian besar dari 33 anggota OECD adalah negara maju dan anggota Uni Eropa. Untuk bidang kesehatan, Indonesia belum menjadi anggota OECD. Bersama Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, Indonesia berstatus sebagai negara pengamat.

Laporan OECD 2010 yang disusun Franco Sassi menunjukkan, penderita obesitas 8-10 kali lebih cepat meninggal dibandingkan orang dengan berat badan normal. Setiap kelebihan 15 kilogram dari berat badan normal meningkatkan risiko kematian hingga 30 persen.

Dalam sistem kesehatan di semua negara, obesitas menjadi persoalan serius dan mahal. Biaya kesehatan penderita obesitas 25 persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Semakin gemuk, semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Biaya kesehatan individu yang tinggi itu turut mendongkrak biaya kesehatan yang harus ditanggung negara. Di negara-negara maju, obesitas memakan 1-3 persen total pengeluaran kesehatan. Bahkan, di Amerika Serikat, penanganan obesitas menggunakan 5-10 persen anggaran kesehatannya.

Besarnya anggaran mengatasi kegemukan diperkirakan akan terus naik seiring semakin berkembangnya gaya hidup tak sehat, meningkatnya beban hidup yang memicu stres, serta masih maraknya kebijakan pembangunan yang justru mendorong gaya hidup tak sehat.

Tren obesitas

Tinggi dan berat badan manusia mengalami peningkatan sejak abad XVIII. Pemicunya adalah meningkatnya pendapatan, pendidikan, dan kualitas hidup. Bagi sebagian kecil kalangan, gemuk dianggap sebagai standar sehat dan tanda kemakmuran.

Perkembangan zaman membuat asupan makanan bertambah. Sayangnya, makanan yang dikonsumsi justru lebih banyak mengandung kalori dan lemak.

Pada saat bersamaan, pola kerja dan gaya hidup masyarakat menjadi kurang gerak. Ini ditambah dengan beban stres masyarakat yang semakin tinggi serta jam kerja yang semakin panjang. Semua itu meningkatkan jumlah masyarakat yang menderita kegemukan.

Pandangan akan kegemukan dan perubahan gaya hidup masyarakat membuat jumlah penderita kegemukan meningkat selama tiga dekade terakhir. Sebelum 1980, hanya 1 di antara 10 orang alami kegemukan. Kini jumlahnya berlipat-lipat.

Di separuh negara OECD, 1 dari 2 orang mengalami kelebihan berat badan dan kegemukan. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan 2 dari 3 orang akan kelebihan berat badan dan kegemukan 10 tahun ke depan.

Negara OECD yang paling rendah jumlah penderita kegemukannya adalah Jepang dan Korea Selatan. Selain ditopang pola konsumsi yang lebih sehat, tata kota di kedua negara itu juga memungkinkan masyarakatnya bergerak dan memiliki aktivitas fisik lebih banyak.

Perempuan lebih mudah menjadi gemuk daripada pria

Di beberapa negara OECD, perempuan berpendidikan rendah mengalami kelebihan berat badan 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan perempuan berpendidikan tinggi.

Anak dengan satu orangtua gemuk berpotensi 3-4 kali lebih besar untuk menjadi gemuk dibandingkan dengan anak dari orangtua berberat badan normal. Selain persoalan genetik, orangtua menurunkan gaya hidup tak sehat. Pola makan yang salah, kurang gerak, dan terlalu banyak duduk adalah sebagian gaya hidup yang diwariskan orangtua.

Kegemukan juga menjadi persoalan dalam dunia kerja. Pemberi kerja kurang suka dengan calon karyawan yang gemuk karena dianggap produktivitasnya rendah dan mudah sakit. Pekerja gemuk gajinya 18 persen lebih rendah dibandingkan dengan yang berberat badan normal.

Pengaruhi ekonomi

Pelan tetapi pasti, kegemukan menjadi musuh global. Bukan hanya karena dianggap memengaruhi produktivitas, melainkan juga menimbulkan dampak ekonomi seiring semakin tingginya biaya kesehatan.

Namun, perhatian pemerintah pada kegemukan masih sangat kurang. Rendahnya pajak makanan instan dan maraknya pembangunan restoran siap saji turut mendorong pola makan yang salah. Adapun sistem transportasi telah mengurangi aktivitas jalan kaki, kurangnya ruang terbuka dan fasilitas olahraga turut mendorong masyarakat semakin malas melakukan kegiatan fisik.

Untuk menahan laju pertumbuhan kegemukan, pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama. Promosi atas bahaya kegemukan dan langkah-langkah pencegahannya harus dilakukan segera dan menyeluruh.

Oleh M ZaiD Wahyudi

Memulai Bisnis Harus Sejak Usia Muda?

23 November 2010.

KOMPAS.com — Menurut mitos modern, ciri-ciri calon pengusaha berhasil umumnya didominasi kaum pria yang kutu buku berusia 20-an, tidak dewasa, dan tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan dan ketenaran. Hal tersebut muncul seiring dengan mencuatnya nama-nama seperti Bill Gates, Marc Andreessen pendiri Netscape, para lelaki Google, Larry Page dan Sergey Brin. Meskipun cerita mereka cocok dengan mitos yang ada, tetapi hampir semua stereotip tersebut salah.

Buktinya, saat ini di Amerika Serikat perempuanlah yang menjadi kekuatan penggerak di balik banyaknya bisnis baru. Pusat Riset Bisnis Perempuan di sana bahkan menyatakan perkembangan bisnis yang dimiliki perempuan tumbuh hampir dua kali lipat daripada kebanyakan perusahaan yang ada. Mereka mempekerjakan lebih dari 12,8 juta pegawai. Menghabiskan 550 juta dollar AS (sekitar Rp 5,17 triliun) untuk gaji dan tunjangan karyawan, serta membukukan penjualan akhir 1,9 triliun dollar AS (sekitar Rp 17,86 triliun).

Mitos kewiraswastaan pun jadi penting karena dapat mengendurkan semangat mereka yang tidak memenuhi kriteria. Namun, meskipun tidak sesuai, pengusaha perempuan telah mengucurkan jutaan dollar AS ke dalam perekonomian Amerika dan dunia. Lalu, yang terpenting, mereka melakukan segala sesuatu dengan aturan main sendiri!

Aturan dari segi usia sangat bisa dipatahkan. Jill Blashack Strahan (48), misalnya. Ia memulai Tastefully Simple di usia 37. Saat itu ia telah menikah dan punya anak. Menurutnya, usia matang adalah salah satu kunci keberhasilan. "Waktu muda, saya tidak mengenali siapa diri saya sebenarnya," ujar Jill. "Sedangkan untuk jadi pemimpin yang hebat, kita harus mengetahui diri kita dengan baik."

Menurut penelitian Simon Parker, dosen ekonomi dan kewiraswastaan di University of Durham, Inggris, sebagian besar bisnis yang dimiliki pengusaha berusia matang memiliki kecenderungan bertahan lama. Usia rata-rata pemimpin perusahaan yang ada dalam Inc. 500, daftar perusahaan swasta dengan pertumbuhan tercepat, adalah 43 tahun. Pengusaha tertua Doris Drucker memulai perusahaan pertamanya saat berumur 82 tahun.

Meski demikian, ada anggapan bahwa menjadi pengusaha harus dimulai sejak muda, karena hanya orang muda yang cukup berani mencoba sesuatu dengan tingkat kegagalan tinggi. Namun, ternyata pengalaman biar bagaimanapun juga, terbukti akan jauh lebih berharga dibandingkan dengan keberanian yang bodoh.

Sewaktu Carol Latham, 67 tahun, masuk ke dalam kelas bisnis, para mahasiswa langsung terkaget-kaget. Terlihat jelas apa yang ada di dalam benak mereka: "Ia pengusaha? Tidak mungkin! Terlalu tua!" Kemudian Carol berbagi cerita.

Ia adalah seorang ahli kimia di Cleveland yang kemudian berhenti bekerja untuk mengasuh anak. Ia tinggal di rumah selama 18 tahun, dan baru kembali bekerja pada tahun 1981. Pertengahan 1980-an, saat ukuran komputer mengecil, Carol menyadari bahwa komputer yang terlalu panas akan menimbulkan masalah besar. Bertumpu pada latar belakang kimia, ia mendapat ide untuk menggunakan material pengantar panas dengan bahan polimer.

Tahun 1989, ia nekat membuka perusahaannya sendiri, Thermagon. Carol lalu kekurangan uang untuk membayar gaji, tetapi hatinya tidak ciut. "Pengalaman sebagai ibu rumah tangga membuat saya bisa memotivasi orang, tanpa uang. Saya sendiri dulu sering menjadi relawan. Saya terpikir untuk menggerakkan orang mengerjakan sesuatu tanpa imbalan apa pun. Ternyata saya berhasil melakukannya," lanjut Carol.

Ia mempekerjakan tenaga yang tidak berpengalaman dan membujuk dewan sekolah Cleveland untuk mengirim guru Bahasa Inggris dan Matematika. Lalu, ia mengadakan berbagai pelatihan. "Kami mempromosikan banyak perempuan dan kaum minoritas. Mengembangkan kemampuan mereka dan memberikan kesempatan untuk hidup lebih baik. Itu sebuah akhir yang sempurna," katanya.

(Margaret Heffernan)

Nasib TKI Seperti Layang-Layang...

20 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, terutama mereka yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, memang mengenaskan. Nasib mereka mengambang tidak pasti.

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengibaratkan nasib mereka seperti layang-layang. "TKI kita yang jadi pembantu rumah tangga itu tergantung penuh pada majikan, seperti layang-layang. Kalau baik ya enggak apa-apa. Kalau tidak ya dipukulin apalagi kalau kompetensinya rendah," ungkapnya di diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (20/11/2010).

Nasib tenaga kerja perseorangan ini berbeda dengan nasib para TKI yang menjadi buruh di pabrik-pabrik luar negeri. Para buruh biasanya sudah memiliki pola perlindungan yang baik.

Untuk itu, lanjutnya, perlu kepastian perlindungan bagi para TKI yang menjadi pembantu rumah tangga. Hikmahanto memuji tindakan Menlu Marty Natalegawa yang sudah memanggil langsung Dubes Arab Saudi untuk Indonesia untuk menjelaskan langsung. Namun itu tidak cukup.

"Presiden juga harus sampaikan kepada Presiden Saudi Arabia untuk menegaskan kami tidak mau dijadikan budak di negara Anda," katanya.

Hikmahanto menegaskan dua hal yang harus dicapai dalam diplomasi, bahwa presiden telah melakukan perlindungan terhadap warga negaranya di luar negeri serta publik percaya bahwa presiden akan melindungi warga negaranya di mana saja.

Hal ini harus ditindaklanjuti pula dengan evaluasi pengiriman TKI ke Arab oleh Menakertrans. "Kita bisa saja seperti yang dikatakan Menlu, kita akan moratorium. Ki perlu bargaining," tandasnya.

71 Juta Orang Bakal Jadi Miskin Sekali














21 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Dunia memperkirakan, krisis ekonomi global telah mengakibatkan sekitar 50 juta orang berada di bawah garis kemiskinan ekstrem, dengan pendapatan di bawah 1,25 dollar per hari, pada tahun 2009.

Siaran pers Bank Dunia yang diterima di Jakarta menyebutkan, jumlah tersebut diperkirakan akan membengkak hingga 64 juta orang pada penghujung akhir 2010.

Bahkan, menurut lembaga keuangan internasional tersebut, dengan pemulihan ekonomi yang cepat, sebanyak 71 juta orang akan tetap hidup berada di bawah garis kemiskinan ekstrem pada tahun 2020.

Sementara itu, Grup Evaluasi Independen (IEG), yang berada di bawah naungan Bank Dunia, menyatakan bahwa lembaga keuangan itu telah berperan dalam mengatasi krisis ekonomi global, yaitu dengan berupaya mencapai tiga obyektif, yakni mendukung pihak yang paling rentan, mempertahankan investasi infrastruktur jangka panjang, dan mempertahankan pertumbuhan potensial sektor swasta.

Dalam melakukannya, Bank Dunia dilaporkan telah mengeluarkan komitmen 128,7 miliar dollar AS dan mengeluarkan catatan 80,6 miliar dollar AS selama tahun fiskal 2009 dan 2010, lebih banyak daripada lembaga keuangan internasional lainnya.

Dirjen Evaluasi IEG Thomas Vinod mengatakan, Grup Bank Dunia telah merespons secara tepat terhadap sifat alamiah krisis itu, yakni dengan melaksanakan ekspansi fiskal untuk mengompensasikan penurunan perdagangan yang tajam dan arus modal swasta.

Pembiayaan dari Grup Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional lainnya telah membantu upaya global untuk mengelakkan apa yang bisa disebut penurunan ekonomi global yang lebih parah.

"Tantangan yang berikutnya adalah dengan munculnya ketidakseimbagan fiskal, tingkat utang yang lebih tinggi, dan kerentanan sektor finansial, serta memastikan kenaikan dalam pembelanjaan akan memperoleh hasil yang berkelanjutan," katanya.

Laporan IEG itu merupakan asesmen real-time, yang mengevaluasi hasil dengan segera dan menjadi bahan masukan kepada upaya berkelanjutan Bank Dunia untuk menangani efek krisis tersebut.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Bank Dunia juga harus mempertahankan dialog kebijakan secara aktif dengan berbagai negara, antara lain agar mereka memiliki kelonggaran yang lebih besar dalam menggunakan instrumen finansialnya untuk merespons krisis.

Selain itu, peningkatan jumlah kemiskinan akibat krisis finansial juga dipandang sebagai tantangan utama yang akan dihadapi.

Bantuan Internasional 7,5 Juta Dollar AS

18 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, bantuan dari internasional untuk Indonesia khusus untuk bencana alam mencapai 7,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 67,5 miliar. Jumlah ini termasuk bantuan kemanusiaan 1 juta dollar AS dari Republik Demokratik Timor Leste yang diterima pagi ini.

"Menurut catatan kami, bantuan internasional sudah mencapai 7,5 juta dollar AS. Bantuan dari Australia, Amerika Serikat, Uni Eropa, juga dari negara-negara ASEAN, seperti Singapura dan Thailand," kata Menko Kesra Agung Laksono di kantor Kemenko Kesra, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (18/11/2010).

Menurut Agung, bantuan asing ini untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di tiga tempat, yakni di Wasior, Kepulauan Mentawai, dan kawasan Merapi. "Rekonstruksi akan dimulai tahun depan dan master plan-nya sudah disiapkan secara terpadu. Harapan kami ke depan tentu lebih baik dari keadaan sebelumnya," kata Agung.

Agung menambahkan, faktor keselamatan sudah dipertimbangkan dalam rekonstruksi ini. "Lebih aman. Harapannya kalau bisa zero korban. Karena mereka hidup di daerah ring of fire, kemungkinan bencana seperti ini bisa terulang," kata Agung.

Perempuan, Ingin Jadi Pengusaha Hebat?

18 November 2010.


Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
bersama Putu Ikawaisa Mahatrisni (Senior Research Executive, MarkPlus Insight)


KOMPAS.com - Pada suatu kesempatan, saya menanyai beberapa teman perempuan saya, apa yang menjadi cita-citamu saat ini? Sungguh, jawaban yang diberikan jauh berbeda ketika saya kecil dan menanyai teman-teman kecil saya mengenai cita-cita mereka.

Jika teman-teman kecil saya dulu mengatakan mereka ingin jadi dokter, perenang, insinyur, kerja di bank dan banyak lagi pekerjaan profesional, maka saat saya bertanya pada teman-teman perempuan saya sekarang terutama mereka yang sudah menikah maka jawabannya adalah pengen buka usaha sendiri. Apakah yang mendasari perkembangan perubahan cita-cita mereka?

Membuka usaha sendiri tentu tidak pernah terbayangkan saat kita kecil. Namun, seiring dengan berbagai kebutuhan dan kondisi pribadi, misalnya memiliki anak, suasana kerja yang tidak kondusif, kelelahan, menyebabkan perempuan mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang tidak membuat mereka menghadapi banyak masalah namun tetap menghasilkan sesuatu. Memperoleh penghasilan pribadi tentunya merupakan satu hal yang sangat menyenangkan bagi perempuan. Dengan memiliki kemandirian secara finansial, perempuan tidak saja membantu keuangan keluarga atau membantu menghidupi diri sendiri jika masih lajang, namun juga bisa meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

Bagi perempuan yang memiliki anak, apalagi dengan kondisi sedikitnya quality time yang dimiliki jika harus bekerja secara profesional, mereka ingin selalu dekat dengan buah hati mereka, sehingga hal-hal inilah yang kemudian mendasar mengapa perempuan ingin melakukan wirausaha.

Menurut Thomas W.Zimmerer, kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang setiap hari. Dapat dikatakan bahwa beberapa tahun yang lalu karena membutuhkan peluang dan kreativitas ini maka perempuan yang menjadi pengusaha sangat sedikit dan hanya orang yang memiliki dukungan tertentu baik secara finansial maupun moral dari keluarga dan pasangan yang bisa bertahan membuka suatu usaha.

Namun, saat ini, perempuan Indonesia justru berlomba menciptakan kesempatan dan kreativitas baru sehingga bisa menjadi pengusaha. Ketakutan berwirausaha bagi perempuan saat ini telah berubah menjadi desire perempuan Indonesia. Dari hasil riset yang melibatkan 1.301 perempuan memperlihatkan bahwa 60 persen diantara mereka berkeinginan untuk menjadi entrepreneur atau berwirausaha. Sisanya tidak memiliki keinginan berwirausaha karena mereka masih bersekolah atau memiliki pekerjaan profesional yang dianggap cukup menjanjikan. Jumlah ini tentu tidak sedikit. Banyak diantara perempuan yang banting stir menjadi pengusaha ini adalah perempuan hebat yang memiliki karir bagus di perusahaan ternama.

Dengan berbagai alasan tersebut, dapat dikatakan perempuan berusaha memberdayakan dan mengembangkan kemampuan mereka melalui kegiatan wirausaha. Usaha apa yang sebetulnya menarik bagi perempuan? Usaha yang berhubungan dengan kuliner dan perdangan/jual beli barang menjadi usaha yang menarik bagi perempuan. Selain tentunya usaha di bidang kecantikan atau fashion.

Biasanya, kebanyakan perempuan menjalani usaha berangkat dari hobi mereka. Misalnya, yang memiliki hobi masak biasanya membuka usaha terkait kuliner. Sementara yang hobi ke salon biasanya mendirikan usaha salon atau butik dan lain sebagainya. Terdapat suatu keyakinan jika kita melakukan usaha karena hobi maka usaha tersebut akan bisa dikerjakan dengan penuh passion dan akan bertahan lama.

Ada beberapa perempuan pengusaha yang menginspirasi perempuan lain untuk menjadi seorang pengusaha. Diantaranya, Martha Tilaar pendiri Sariayu, Susi Pudjiastuti pemilik usaha perikanan dan Susi Air, Anne Avantie dengan rancangan batiknya, dan banyak lagi. Dalam satu milis kuliner, ada Fatmah Bahalwan yang menginspirasi banyak perempuan untuk membuka usaha yang berawal dari hobi, yaitu memasak. Dari satu milis tersebut, muncul ratusan bakul kue dengan berbagai kreasinya.

Keinginan perempuan untuk berwirausaha ini sebetulnya sudah ditangkap oleh beberapa merek atau produk yang menggunakan desire perempuan untuk melakukan connect dengan mereka. Sophie Martin merupakan salah satu produk yang memberdayakan perempuan dengan menjadikan mereka tidak hanya sebagai konsumen, namun sekaligus pemasar, jaringan distribusi, komunikasi/promosi dan lain sebagainya. Produk fashion dijual dengan sistem multi level marketing dengan mengandalkan perempuan sebagai ujung tombak penjualan mereka. Hasilnya adalah mereka cukup dikenal di seluruh Indonesia sebagai produk fashion terutama untuk produk tas perempuan. Dapat dilihat disini, selain pemberdayaan, mereka juga memperoleh komunikasi melalui word of mouth dan sekaligus menciptakan komunitas pemakai dan penjual dengan biaya yang tidak terlalu besar.

Selain Sophie Martin, produk Tupperware juga melakukan hal yang sama dengan mengandalkan perempuan. Namun, dengan mengambil mekanisme arisan dan menjadikan perempuan memiliki peran lebih di masyarakat melalui program She Can yang menginspirasi perempuan untuk memiliki ambisi dan cita-cita yang lebih tinggi.

Keinginan perempuan untuk menjadi pengusaha ini tentunya tidak mudah dan bagaimana pemasar memahami desire inilah yang penting. Dengan memahami keinginan ini, bisa dibuat program-program untuk perempuan wirausaha yang bisa semakin mendekatkan perempuan dengan produk dan merek kita. Dengan memfasilitasi perempuan, yang akan diperoleh tidak hanya penjualan namun juga bonus-bonus komunikasi dan jalur distribusi yang sangat luar biasa. Connect and empower them.
-------------------
Artikel ini ditulis berdasarkan analisis hasil riset sindikasi terhadap hampir 1300 responden perempuan di delapan kota besar di Indonesia, SES A-D, Usia 16-50 tahun, yang dilakukan bulan Mei - Juni 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan Komunitas Marketeers.

Tulisan 25 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com

19 November 2010.

Hamzirwan

Kompas.com. Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri telah menjadi salah satu sumber devisa. Bank Dunia memperkirakan buruh migran akan membawa remitansi sedikitnya 7,1 miliar dollar AS tahun 2010, naik dari 6,7 miliar dollar AS tahun 2009. Namun, apa yang mereka dapat dari negara? Sumiati binti Salan Mustapa malah menderita.

Sebenarnya banyak buruh migran seperti Sumiati yang mengalami nestapa saat bekerja di luar negeri dan kini hidup merana karena pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk mereka.

Para elite negeri ini lebih menaruh perhatian kepada penderitaan buruh migran yang tengah mendapat perhatian luas di media massa. Mereka seperti memanfaatkan kesempatan ini untuk memoles citra tanpa membuat gebrakan tegas demi melindungi buruh migran.

Negara masih memandang pahlawan devisa, penyumbang remitansi tujuh kali lipat dari komitmen Norwegia untuk pelestarian hutan Indonesia, sebelah mata.

Seandainya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans) bersama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) serius menjalankan fungsi mereka, perempuan berusia 23 tahun asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, ini tidak akan menderita seperti sekarang.

Perempuan cantik yang terpaksa merantau menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi akibat kemiskinan keluarga kini menjalani sisa hidup dengan siksaan lahir dan batin. Istri majikan tega menganiaya Sumiati di luar batas perikemanusiaan dengan menggunting bibir, menyetrika, dan memukulinya.

Sumiati berangkat bekerja ke kediaman Khaled Salem M al-Khamimi di Madinah, Arab Saudi, melalui PT Rajana Falam Putri, Jakarta, pada 18 Juli 2010. Diduga, dia menjadi korban penganiayaan sejak awal bekerja.

Bisa jadi keluarga pengguna jasa kecewa karena mendapatkan Sumiati yang tidak mampu berbahasa Arab atau Inggris sementara mereka sudah membayar mahal kepada agen pekerja asing. Kondisi seperti ini juga terjadi di Malaysia.

Dari sedikitnya enam juta TKI di luar negeri, Malaysia dan Arab Saudi merupakan negara tujuan utama. Malaysia menampung 2,2 juta TKI dan Arab Saudi mencapai 1 juta TKI, sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan sektor informal lain.

Masalah domestik

Semua persoalan TKI di luar negeri berawal dari masalah domestik. Sampai saat ini, pemerintah gagal menyusun sistem perekrutan, dokumentasi, dan pelatihan calon TKI yang mumpuni.

Pemerintah menyerahkan hampir semua proses kepada pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) dan baru muncul aktif menjelang tahap akhir penempatan. Persoalan kemiskinan membuat ribuan angkatan kerja tanpa keahlian, bahkan sebagian besar tidak berpendidikan formal sama sekali, mendaftar menjadi TKI.

Keterbatasan informasi dan peran aktif pemerintah, terutama di daerah, membuat sponsor menjadi dewa penolong mereka. Sponsor, yang seolah-olah kepanjangan tangan PPTKIS, berkeliaran mencari siapa saja yang berminat bekerja ke luar negeri dengan janji gaji yang menggiurkan.

Sponsor mengantar calon TKI ke penampungan-penampungan PPTKIS dan meninggalkan mereka di sana begitu menerima uang jasa dari pengusaha.

Sampai di sini, PPTKIS wajib membekali calon TKI dengan pelatihan kompetensi minimal 200 jam dan bagi mereka yang sudah pernah bekerja di luar negeri selama 100 jam. Kursus selama sekitar 21 hari tersebut bertujuan meningkatkan kompetensi calon TKI terhadap bahasa, kondisi sosial, dan hukum di negara tujuan.

Tetapi, dalam kasus Sumiati, kita mengetahui proses ini tidak berjalan. Sumiati tidak bisa berbahasa Arab dan Inggris. Faktor komunikasi yang membuatnya tidak mampu memahami permintaan atau instruksi majikan. Oleh karena itu, Sumiati telah menjadi korban keserakahan pengusaha penempatan dan birokrat yang tidak mampu menjalankan tugas.

Bagaimana mungkin Sumiati bisa tetap berangkat ke Madinah dengan prosedur resmi sementara dia tidak memenuhi syarat pokok dalam kompetensi kerja?

Dalam hal ini, tentu kita tidak bisa menyalahkan Sumiati. Dia hanya ingin bekerja agar bisa keluar dari kemiskinan. Sumiati bisa saja merasa tertarik atas keberhasilan teman dan kerabatnya yang sukses mendulang rezeki di luar negeri menjadi TKI.

Belum sebulan Muhaimin Iskandar menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dia meluncurkan program sertifikasi kompetensi 15.000 calon TKI tujuan Timur Tengah bekerja sama dengan asosiasi pengusaha penempatan TKI.

Muhaimin juga merazia sejumlah tempat penampungan calon TKI yang tidak layak dan menegaskan akan mencabut izin PPTKIS konsumen sertifikat kompetensi kerja TKI asli tetapi palsu.

Disebut asli tetapi palsu (aspal) karena PPTKIS mendapatkan sertifikat resmi itu tanpa menyertakan calon TKI dalam program pelatihan kerja. Sertifikat aspal ini diperdagangkan dengan harga Rp 70.000 per lembar.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Yunus M Yamani dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Rusjdi Basalamah pernah mempersoalkan hal ini.

Namun, pemerintah tidak kunjung menangani sehingga praktik ilegal itu semakin meluas. Pengusaha yang serius menjalankan aturan pemerintah menyertakan calon TKI dalam program pelatihan kerja berbiaya Rp 1,1 juta per orang pun tergoda.

Mereka telah kehilangan daya saing saat pemerintah tak kunjung menindak perdagangan sertifikat aspal senilai Rp 70.000 per lembar tanpa proses pelatihan.

Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, PPTKIS dan balai latihan kerja penerbit sertifikat kompetensi kerja aspal bisa dipidana karena menggunakan dokumen resmi secara tidak sah.

Namun, Kemennakertrans dan BNP2TKI juga patut diseret ke pengadilan karena turut meloloskan pemegang sertifikat aspal ke luar negeri. Kelemahan pemerintah membenahi persoalan domestik turut melemahkan rasa percaya diri diplomasi bilateral.

Saat ini, Indonesia menghentikan sementara (moratorium) penempatan TKI sektor informal ke Malaysia sejak 26 Juni 2009, Kuwait (1 September 2009), dan Jordania (30 Juli 2010). Moratorium ini berawal dari keengganan pemerintah ketiga negara memenuhi permintaan Indonesia. Kemampuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pembantunya dalam hal negosiasi, lobi, dan diplomasi sangat menentukan keberhasilan moratorium. Kalau tidak, ya seperti sekarang. Kebijakan buruh migran Indonesia akan terus berfluktuasi mengikuti kemauan negara tujuan dan penyiksaan TKI oleh majikan tak lebih angka statistik semata. Semua demi aliran devisa.

Derita TKI Belum Berhenti

18 November 2010.

WartaNews.com.Jakarta - Kisah Sumiati salah seorang pengadu nasib di Arab Saudi adalah cerita penderitaan TKI yang untuk kesekian kalinya terulang. Wanita asal Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu disiksa majikannya di Madinah, Arab Saudi.

Bibirnya tak berbentuk lagi, sebagian hilang karena digunting. Penderitaan Sumiati memang sangat pedih. Meskipun, kalau mau dihitung-hitung telah banyak TKI yang seperti dia bernasib sama bahkan lebih parah daripada dirinya di negara yang kaya minyak itu.

Nasib malang yang dialami Sumiati di Arab Saudi langsung menjadi pembicaraan serius pemerintah Indonesia. Presiden SBY membentuk dan memerintahkan sebuah tim khusus ke Arab Saudi.

Tim ini bertugas untuk memastikan bahwa proses hukum penyiksaan terhadap Sumiati ditegakkan dan korban mendapatkan perlindungan dan pengobatan terbaik. SBY berjanji akan mengoptimalisasi semua jenis diplomasi agar mendapatkan penyelesaian yang baik terhadap kasus ini.

Perintah SBY langsung dituruti Menlu Marty Natalegawa. Sesaat setelah pernyataan Presiden, Menlu Marty langsung memanggil Duta Besar Arab Saudi di Indonesia, Abdurrahman M Amen, untuk meminta penjelasan kasus ini.

Dalam pertemuan kedua pihak, pemerintah Arab Saudi berjanji akan memproses kasus ini hingga tuntas. Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi juga mengaku telah mengamankan Sumiati ke rumah sakit.

Setelah menjalani pengobatan di rumah sakit rencananya Sumiati akan dipulangkan ke tanah air. Namun, pengobatan dan pemulangan Sumiati tidaklah cukup.

Reaksi atas tragedi itu tentu bukan sebatas penyelesaian kasus Sumiati. Lebih dari itu, publik telah lama menanti langkah konkret pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus serupa.

Pencegahan jadi masalah utama lantaran telah terbukti berakali-kali pemerintah gagal melindungi warganya yang bekerja di luar negeri. Tragedi yang menerpa Sumiati juga pernah dialami Siti Hajar dan Nirmala Bonat.

Publik juga pernah berfikir jika kekerasan terhadap TKI bisa berakhir setelah terbit Undang-Undang No. 39/2004 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Namun, faktanya undang-undang itu tak bisa mengayomi pekerja kita di luar negeri.

Itu sebabnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mendesak pemerintah mengambil langkah fundamental dan strategis untuk memastikan agar penganiayaan terhadap TKI bisa berakhir.

"Meski upaya pemerintah untuk mengembalikan Sumiati perlu diapresiasi, namun pemerintah harus mengambil langkah fundamental dan strategis untuk memastikan agar penganiayaan terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) diakhiri," katanya.

Paling tidak ada tiga langkah fundamental dan strategis, pertama perwakilan Indonesia di luar negeri yang menjadi tujuan para TKI harus benar-benar memantau proses hukum atas tindakan tidak manusiawi para majikan yang melakukan penganiayaan, bahkan berujung pada kematian. Pemantauan sangat penting agar penganiayaan mendapat ganjaran dan menjadi efek pencegah bagi para majikan lain.

Kedua, pemerintah harus secara serius menangani Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang bertindak sebagai agen pengirim TKI. PJTKI harus dipastikan tidak mengirim tenaga kerja seadanya karena tenaga kerja demikian berpotensi untuk dianiaya sebagai akibat dari kekesalan majikan.

Ketiga, pemerintah harus mampu menegosiasikan dan menyepakati perjanjian bilateral dengan negara penerima para TKI. Perjanjian bilateral ini mengakomodasi ketentuan-ketentuan dari Konvensi Perlindungan atas Hak-hak Buruh Migran dan Keluarganya. Jika hal itu tidak dilakukan, kekerasan bukan tak mungkin kembali datang.

Jepang Minati Proyek Energi RI

16 November 2010.

WartaNews.com.Tokyo - Dalam kunjungannya ke Jepang, Wakil Presiden Boediono menitikberatkan pada penguatan hubungan bilateral di bidang ekonomi antara ke dua negara.

Hal tersebut direspon oleh pihak Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang langsung menyerahkan beberapa proposal proyek ketika bertemu dengan Wakil Presiden Boediono. Proyek-proyek ini semua berada di sektor energi

"Pembicaraan dengan presiden JBIC Hiroshe Watanabe sangat produktif, karena mereka datang langsung dengan beberapa proyek," kata Juru Bicara Wapres, Yopie Hidayat usai pertemuan keduanya di Tokyo, Senin (15/11).

Menurutnya, proyek yang diminati JBIC itu antara lain pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara di Jawa Tengah. Selain akan membangun pembangkit, JBIC juga akan membuat jaringan suplai batubara berkalori tinggi dari Pulau Kalimantan ke Jateng.

Kemudian, JBIC juga akan melanjutkan pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geothermal) di Sarula, Sumatera Utara (Sumut). Proyek ini merupakan milik PT Pertamina Geothermal, sehingga JBIC menegaskan segera bernegoisasi dengan BUMN tersebut dalam waktu dekat.

JBIC juga mengusulkan pembangunan beberapa proyek pengolahan gas berskala kecil (LNG miniplan). Indonesia kaya dengan ladang gas yang berukuran tidak besar, misalnya di Kalimantan.

"JIBC akan membuat gas yang tidak terlalu besar, ini dibikin untuk suplai domestik," ucap Yopie.

Dalam pertemuan tersebut, Wapres didampingi oleh sejumlah menteri. Mereka antara lain Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mendag Mari Elka Pangestu, Menteri Bappenas Armida Alisjahbana, Menkeu Agus Martowardjojo, dan Menteri Perindustrian MS Hidayat.(*/dar)

Industri Fesyen Indonesia Mulai Mendunia

17 November 2010.

JAMBI, KOMPAS.com - Indonesia ingin membuat dunia mengenakan pakaian dengan busana muslim dari industri fesyen dalam negeri. Atas dasar itulah, Indonesia mencanangkan diri sebagai Kiblat Fesyen Muslim Dunia pada tahun 2010.

"Dengan pencanangan Indonesia sebagai Kiblat Fesyen Muslim Dunia, Indonesia sudah banyak dikenali, termasuk di sekolah-sekolah perancang busana di Singapura. Itu menunjukkan Indonesia sudah mulai mendunia," ujar Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinasi Perekonomian, Edy Putra Irawadi di Jambi, Selasa (17/11/2010) malam.

Di tempat yang sama, Direktur Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan, mulai saat ini akan dilakukan tiga langkah menuju 2020. Langkah pertama adalah meningkatkan awareness atau pengetahuan, baik di dalam maupun luar negeri. ''Dengan cara banyak sosialisasi dan menggelar even fashion show," tambahnya.

Tahap kedua adalah membangun komersial infrastruktur dengan mendirikan pusat penjualan di dalam dan luar negeri. ''Yang ketiga adalah development dari pembangunan infrastruktur itu, yaitu mendirikan sekolah fashion muslim sehingga terkenal ke mancanegara," yakinnya.

Gilarsi menambahkan, pada 2020 ekspor pakaian muslim ditargetkan mencapai 50 miliar dollar AS. "Pada tahun tersebut, pasar produk itu 500 miliar dollar AS. Nah, kita ambil 10 persennya," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perancang, Taruna Kusumayadi menyarankan agar seluruh pengrajin kain tradisional di seluruh Indonesia melibatkan para perancang busana dalam pengembangan produknya, terutama pada tahap pewarnaan dan pembentukan motif. Dengan cara ini, busana muslim Indonesia bisa dikembangkan pada produk-produk generik seperti yang dikembangkan merek-merek terkemuka di dunia.

"Sebetulnya perancang busana itu sangat beda dengan pengrajin. Pengrajin mengembangkan bakat mereka dengan usaha yang turun temurun dari nenek moyangnya, akibatnya pasar menjadi stagnan," katanya.

Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar menuturkan, potensi pasar di dalam negeri sendiri sudah terhitung besar bagi industri busana muslim domestik, sebab 26 persen muslim di dunia ada di Indonesia. Kreatifitas pada desain dan model telah membuat industri busana muslim dalam negeri berkembang.

"Bekal desain dan kesiapan industri dalam negeri sudah cukup untuk mendobrak mode dunia. Pengembangan busana muslim merupakan langkah konkrit untuk meningkatkan sektor riil," katanya.

64 Persen Anak Jalanan Sudah Tak di Jalan

16 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) semester I periode Juli-Oktober 2010, sebanyak 64 persen dari 1.140 anak jalanan (anjal) di DKI Jakarta sudah tidak lagi ke jalanan.

"PKSA sudah mulai menunjukkan manfaatnya," kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri usai penandatanganan kesepakatan bersama tujuh menteri dan Kepolisian RI tentang peningkatan kesejahteraan sosial anak jalanan di Jakarta, Selasa (16/11/2010).

Lebih lanjut Mensos mengatakan, dari evaluasi PKSA juga diketahui bahwa 26 persen anak yang masih di jalan selama 1-4 jam per hari serta 2,6 persen anak yang lebih 9 jam di jalan setap hari.

Mensos menyebutkan, jumlah anak jalanan di seluruh Indonesia sebanyak 230.000 anak, 8.000 anak di antaranya berada di Jakarta dan sebanyak 12.000 anak di wilayah Jabodetabek.

PKSA merupakan program yang dilaksanakan melalui Tabungan Kesejahteraan Sosial Anak. Setiap anak jalanan mendapatkan Rp 1.400.000 setiap bulan dengan persyaratan anak harus meninggalkan kehidupannya di jalanan.

Kementerian Sosial melalui PKSA 2010 secara nasional baru menangani sebanyak 2.267 anak jalanan dengan anggaran Rp 3,4 miliar dengan melibatkan 36 rumah singgah atau yayasan dan 83 Satuan Bhakti Pekerja Sosial melalui APBN pusat.

Sementara melalui dana dekonsentrasi baru menjangkau 2.852 anak jalanan dengan anggaran Rp5,1 miliar melibatkan 52 rumah singgah maupun yayasan dan 63 pekerja sosial.

Melalui PKSA 2010 jumlah anak yang dapat dijangkau baik balita terlantar, anak terlantar, anak yang berhadapan dengan hukum, anak denga kecacatan maupun anak yang membutuhkan perlindungan khusus sebanyak 139.464 anak.

Jumlah bantuan sosial yang sudah disalurkan untuk masalah anak tersebut sebesar Rp 154,45 miliar.

"Hasil tersebut menunjukkan efektivitas bantuan tunai bersyarat, namun dibandingkan dengan jumlah sasaran anak jalanan di seluruh Indonesia, jangkauan PKSA baru mencapai 2,2 persen sehingga diperlukan upaya yang lebih keras dari semua pihak," kata Mensos.

Pemimpin G-20 Sepakati Pemulihan Ekonomi Dunia

16 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar yang juga Sherpa G20 Indonesia pada konferensi pers hari ini, Senin (15/11/2010), di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, menyatakan para pemimpin G-20 telah membahas upaya untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dunia.

Dikatakannya, termasuk berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian dunia saat ini seperti proses konsolidasi fiskal, memperbaiki keseimbangan permintaan dunia (rebalancing global demand), nilai tukar, agenda reformasi struktural, kelanjutan reformasi sektor keuangan dan arsitektur keuangan internasional, Putaran Doha WTO, reformasi IMF, serta isu pembangunan.

Menurut keterangannya, G20 menyadari bahwa terlepas dari keberhasilannya dalam mencegah resesi ekonomi global, masih terdapat beberapa resiko yang dapat mengancam pemulihan global. Resiko tersebut antara lain melebarnya ketidakseimbangan permintaan global yang dapat mendorong langkah-langkah unilateral yang mengarah pada proteksionisme yang justru dapat memperburuk ekonomi global.

“KTT G20 berhasil menyepakati Seoul Summit Declaration dan Seoul Action Planyang menegaskan determinasi G20 untuk semakin memperkuat koordinasi kebijakan ekonomi makro. Disadari bahwa koordinasi yang lebih erat diperlukan untuk menghadapi perlambatan pertumbuhan global saat ini yang disertai antara lain dengan tingginya pengangguran (terutama di negara maju), tekanan inflasi dan tingginya volatilitas capital inflow (terutama di negara berkembang) dan ketidakseimbangan pertumbuhan,” katanya.

KTT G20, imbuhnya, mampu meredam perbedaan pandangan terkait ketidakseimbangan permintaan global dengan menyepakati perlunya indicative guidelines untuk mengindentifikasi hal tersebut serta langkah-langkah preventif dan korektif yang perlu dilakukan.
"Terkait nilai tukar, juga disepakati perlunya menghindari kebijakan meningkatkan daya saing artifisial melalui competitive devaluation yang proteksionis," paparnya.

Seperti dikatakannya, KTT G20 menyepakati elemen-elemen utama kerangka regulasi sektor keuangan. Pun termasuk standar permodalan perbankan dan likuiditas perbankan. Upaya meningkatkan regulasi dan pengawasan bagi systematically important financial institutions, kerangka perdagangan derivative over-the-counter (OTC), pengawasan terhadap hedge funds, serta mengurangi ketergantungan system keuangan terhadap credit rating agencies pula disepakati.

Waralaba, Untung dan Ruginya

14 November 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Usaha waralaba bisa menjadi satu pilihan untuk menambah penghasilan Anda. Namun, sebelum memulainya, ada baiknya Anda mengenal untung rugi usaha waralaba itu terlebih dahulu.

Konsultan waralaba dari International Franchise Business Management, Burang Riyadi, menyampaikan, usaha waralaba memberikan sejumlah keuntungan yang mempercepat perkembangan bisnis. Keuntungan yang pertama, dengan usaha waralaba, si penyewa merek dapat selalu berkonsultasi dengan pemilik merek (franchisor) jika mengalami kesulitas mengembangkan usahanya.

"Pembeli merek punya konsultan bisnis yang bisa selalu ditanya punya kesulitan," katanya, dalam Franchise License Expo 2010 di Jakarta Convention Center, Minggu (14/11/2010).

Kemudian, lanjut Burang, usaha waralaba yang membentuk jaringan dapat mempercepat suatu merek dikenal masyarakat. "Jadi mereknya cepat dikenal," katanya.

Dan ketiga, merek yang disewa dari franchisor, kata Burang, memberikan keunikan sendiri bagi produk yang dijual. Seperti keunikan resep untuk waralaba makanan atau keunikan sistem pengadaan untuk ritel. "Kalau dia (pengusaha) bikin sendiri, belum tentu bisa," tambahnya.

Adapun kerugian waralaba dibanding non-waralaba, menurut Burang, terletak pada terbatasnya kreativitas si pebisnis. Sebab, seperti yang diketahui, jika berusaha waralaba, si penyewa merek harus mengikuti prosedur, sistem, atau resep si pemilik merek. "Karena bisnis franchise itu birokrasi. Kalau enterpreneur itu kan kreatif, tapi kalau di franchise kreativitasnya, ide-idenya, tidak bisa disalurkan, harus ikutin prosedur," papar Burang.

Kemudian, dalam menjalankan bisnis waralaba, yang perlu disiapkan pertama kali, lanjutnya, adalah modal dan minat. Untuk mengembangkannya, dibutuhkan ketekunan dan konsistensi. "Minatnya harus jelas mau ke bisnis apa, modalnya juga harus siap, kita harus ukur modal. Ketiga sarannya dia sudah punya tempat, lokasi. Lalu punya alokasi waktu menekuni bisnis," tandasnya.

Indonesia Masih Di Bawah Malaysia

15 November 2010.

BANDUNG, KOMPAS.com — Indeks pertumbuhan daya saing Indonesia lebih rendah ketimbang negara-negara ASEAN lain. Indonesia menempati urutan ke-54 dari 134 negara di dunia dan lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan di sela-sela seminar nasional bertema ”Sosialisasi Produk Perencanaan” di Bandung, pekan lalu, menyatakan, Singapura saat ini berada di urutan kedua di dunia, Malaysia ke-27 dan Thailand ke-41.

”Posisi Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara itu. Berdasarkan The Global Competitiveness Report, GCI (growth competitiveness index) Indonesia 4,26 pada tahun 2009-2010,” kata dia.

Persoalan utama yang menghambat daya saing adalah ketersediaan infrastruktur di sebagian daerah belum memadai. Syahrial mencontohkan, pasokan barang di Provinsi Jawa Barat, antara wilayah utara dan selatan, belum lancar karena masalah infrastruktur. ”Pembangunan infrastruktur juga diperlukan untuk mewujudkan pemerataan, menurunkan angka kemiskinan, dan meningkatkan kualitas hidup,” ujar Syahrial.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, guna mempercepat pembangunan infrastruktur, swasta diminta ikut terlibat. Pembebasan lahan untuk jalan tol, misalnya, sebaiknya tak hanya dibiayai APBN dan APBD. ”Kami berharap perusahaan swasta terlibat. Beberapa jalan tol sudah direncanakan dibangun di Jabar,” kata Heryawan.

Jalan tol tersebut adalah Cileunyi-Sumedang-Dawuan dan Soreang-Pasir Koja. Pemerintah kabupaten/kota terkait sedang menyusun anggaran untuk membebaskan lahan. ”Kalau swasta juga menghimpun dana pembebasan lahan, tidak masalah. Siapa yang lebih dulu bisa melakukan itu,” kata dia.