home

6 Kunci Permudah Akses Finansial ala SBY

AFI Global Policy Forum.

27 September 2010.

JIMBARAN, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendorong munculnya kebijakan-kebijakan untuk mempermudah akses masyarakat miskin ke perbankan melalui The 2010 AFI Global Policy Forum yang digelar 27-28 September 2010.

Dalam sambutannya ketika membuka forum di Ayana Resort and Spa Jimbaran, Bali, Senin (27/9/2010) pagi, SBY menyampaikan enam kondisi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu kepemimpinan, akuntabilitas dan koordinasi, keberagaman, inovasi, budaya, serta kerangka regulasi yang kuat.

Menurut SBY, kondisi pertama bergantung pada kepemimpinan. SBY mengatakan Indonesia memiliki pengalaman yang cukup produktif dalam hal keuangan mikro. Banyak institusi yang terlibat dan menyentuh langsung ke masyarakat kecil melalui kredit mikro.

SBY mengambil contoh BRI sebagai bank milik negara dengan program Simpedes dan Kupedes yang berjalan tanpa subsidi atau hibah dari pemerintah.

Pemerintah, lanjutnya, sejak tahun 2007 memperkenalkan skema inovatif dalam menyediakan jaminan pemerintah yang diimplementasikan melalui kredit usaha rakyat (KUR). "KUR adalah fasilitas kredit dari bank di mana 70 persennya dijamin oleh pemerintah. Pemerintah menjamin sekitar Rp 2 triliun untuk menggerakkan lebih dari Rp 20 triliun dalam kegiatan pembiayaan mikro. Dalam kasus Indonesia, meski tampaknya program pembiayaan ini menunjukkan besarnya resiko bagi pemerintah, ini cukup sukses dalam mengurangi angka kemiskinan," katanya.

Kondisi kedua adalah akuntabilitas dan koordinasi. SBY menekankan upaya mempermudah akses masyarakat kepada jasa keuangan ini bukanlah pekerjaan sendiri. "Suksesnya bergantung pada keberadaan lingkungan institusional dengan garis kerja dan koordinasi yang jelas antarpemerintah, antara pemerintah dan pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta," katanya.

Kondisi ketiga adalah keberagaman yang dapat menyediakan jangkauan permintaan yang lebih luas bagi jasa pembiayaan. Kebijakan di dalamnya, lanjut SBY, harus mampu mempromosikan kompetisi dan menyediakan insentif bagi pasar.

SBY juga menjelaskan bahwa UKM telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia sehingga aman ketika menghadapi krisis dengan penunjangnya, seperti Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

Kondisi keempat adalah inovasi. Menurut SBY, teknologi dan inovasi institusi sangat diperlukan untuk menjaga keberagaman permintaan untuk jasa keuangan. "Melalui inovasi, kita dapat menyesuaikan respons untuk bertemu mereka yang butuh yang memiliki pendapatan rendah, tidak teratur, dan tidak terukur," tambahnya.

Sementara itu, lanjut SBY, kondisi kelima terkait budaya. Menurut Presiden, tidak semua orang merasa cocok menggunakan layanan modern perbankan. Banyak masyarakat yang masih merasa lebih baik menyimpan uang di bawah bantal atau celengan. Oleh karena itu, diperlukan semacam kampanye pengetahuan keuangan untuk masyarakat.

Yang terakhir, lanjut SBY, keberhasilan upaya ini bergantung pada kerangka regulasi yang kuat. Kebijakan mempermudah akses masyarakat ke jasa keuangan ini akan bekerja dalam kebijakan yang kuat yang mengadopsi standar internasional, tapi tidak lupa memerhatikan kondisi nasional.

Di G-20, lanjut SBY, telah dibahas bahwa regulasi harus melindungi UKM. "Bagaimanapun juga, penting bagi regulasi dan standar untuk mengakomodasi kebutuhan UKM," tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar