TEMPO Interaktif, Jakarta -Disparitas harga antara elpiji tabung 3 kilogram dan 12 kilogram diduga menjadi penyebab kasus pengoplosan gas, yang berujung pada banyaknya kejadian tabung gas meledak.
Pelaksana Tugas Sementara Badan Koordinasi Fiskal Agus Supriyanto mengatakan pemerintah masih mencari cara untuk menghilangkan disparitas harga elpiji 3 kilogram dengan elpiji 12 kilogram.
"Kita masih menggodok cara untuk menghilangkan disparitas harga elpiji," kata Agus kepada wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan Thamrin, Jakarta, hari ini (3/8).
Menurut dia, penghilangan disparitas harga adalah cara paling efektif untuk mencegah terjadinya pengoplosan elpiji. "Kalau tidak ada perbedaan harga maka pengopolsan tidak menarik lagi," kata Agus.
Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah untuk menghilangkan disparitas harga, kata dia, adalah dengan memberikan subsidi untuk elpiji 12 kilogram.
Dia mengatakan, jika keputusan akhir meminta pemerintah memberikan subsidi untuk elpiji 12 kilogram maka pembiayaannya bisa diambil dari dana resiko fiskal (fiscal risk). "Nanti apa keputusannya, apakah kita bisa pakai itu (dana resiko fiskal) tergantung kebijakan yang diambil pemerintah," kata dia.
Namun menghilangkan disparitas bukan satu-satunya jalan keluar. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ,Darwin Zahedy, menyatakan bahwa pemerintah masih mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan disparitas harga elpiji yang beredar di pasaran. "Kita masih mencari rumusan yang terbaik ," Kata Darwin, saat dijumpai Tempo di kantornya hari ini.
Menurut Darwin, mengurangi disparitas secara logika diakui dapat mengatasi masalah pengoplosan yang kerap terjadi dan mengakibatkan banyaknya kasus peledakan gas secara tidak langsung.
Namun, Darwin menambahkan, menghilangkan disparitas bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan persoalan tabung gas elpiji yang makin kompleks. "Mengatasi disparitas bukan berarti selesai persoalan kompor gas,karena itu cuma salah satu penyebab. Tapi kita juga jangan mengesampingkan pentingnya penyelesaian soal disparitas," kata Darwin.
"Pemerintah itu sudah punya konsep pasar tertutup untuk gas, tapi kalau disamakan harganya, kontrolnya akan susah," kata Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, Kamis (5/8)
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan pemerintah berencana menyamakan harga gas 3 kilogram dengan gas 12 kilogram."Kemungkinan besar mengarah ke satu harga," katanya disela rapat kerja nasional di Istana Bogor, hari ini.
Tulus memaparkan berdasarkan peta jalan dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, jelas tertulis secara bertahap akan menjadi pasar tertutup. "Tapi bertahapnya sampai kapan, itu yang belum jelas hingga sekarang," katanya.
Tapi kini ketika ditemukan gas yang dioplos, lalu pemerintah beralih ke penyamaan harga, menurut Tulus, pemerintah tak konsisten. "Kalau dalam proses pasar tertutup ada yang melanggar seperti oplosan, seharusnya ditelusuri, bukan menjadikannya pasar terbuka," jelasnya. Ledakan gas, akibat oplosan, Ia menambahkan, tidak bisa jadi alasan untuk menyamakan harga.
"Oplosan kan hanya berpengaruh pada katup, bagaimana sumber lain seperti aksesoris yang tidak standar," kata Tulus. Sikap pemerintah, Ia menilai, ada keragu-raguan dalam konversi minyak tanah ke gas elpiji ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar