home

Produk Hijau dan Adil dari Delapan Kawasan Konservasi Indonesia

2 Agustus 2010.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Lewat inisiatif green and fair product yang telah dirintis sejak lima tahun lalu, WWF Indonesia berusaha membantu masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi yang merasakan secara langsung dampak pengelolaan kawasan tersebut.

Produk tersebut disebuh hijau karena berasal dari kawasan hutan, laut, dan ladang atau kebun kawasan konservasi yang dikelola secara kolaboratifbersama masyarakat. Istilah hijau itu juga disematkan karena produk tersebut terbuat dari bahan alami yang dipanen secara berkelanjutan dan merupakan produk pertanian yang dibudidayakan tanpa penggunaan pestisida maupun pupuk kimia.

Produk ini disebut fair atau berkeadilan karena hasil penjualannyuadapat meningkatkan kehidupan masyarakat dan upaya mereka untuk mengelola lahan dan sumber daya alam secara berkelanjutan. Produk ini juga berkeadilan karena dijual dengan nilai pasar yang pas dan harga yang adil bagi konsumen.

1.Minyak Kayu Putih Walabi
Obat dan penghangat tubuh dari minyak hasil penyulingan daun pohon kayu putih Asteromyrtus symphyocarpa dan Melaleuca sp. ini diolah oleh masyarakat Kanume suku Marind, yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Wasur, Papua. Para ibu memetik daun pada musim kering sekitar Juni-November, dan menyulingnya menjadi minyak kayu putih tanpa penambahan bahan kimia lain.
Proses pembuatan minyak kayu putih dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian pohon yang banyak tumbuh di sekitar kawasan taman nasional. Mereka sepakat tidak memetik habis daun dan pohon tidak boleh ditebang. Lokasi pengambilan daun juga dilakukan bergilir.
Manfaat konservasi dari kegiatan ini adalah pengelolaan hutan secara lestari serta menurunnya perburuan rusa, kasuari, dan kanguru di kawasan taman nasional. Masyarakat juga memperoleh pendapatan tambahan dari penyulingan minyak kayu putih itu.

2.Madu Hutan Gunung Mutis
Madu hutan ini dihasilkan oleh lebah Apis dorsata, yang mengisap sari bunga pohon Eucalyptus alba di kawasan sekitar Cagar Alam Gunung Mutis di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat setempat membangun sistem dan aturan pemanfaatan yang menjaga pohon madu dari kerusakan dan kebakaran hutan serta menjamin fungsi hutan sebagai wilayah tangkapan air.
Madu kuning keemasan itu diambil dari pohon dengan cara diiris dan ditiriskan pada media penyaring dari baja tahan karat tanpa diperas. Madu organik yang dipanen dua kali dalam setahun itu memiliki kadar air 21 persen dan mengandung enzim diastase positif yang berguna bagi kesehatan.

3.Beras Adan Tana Tam
Beras adan, yang terdiri atas beras putih, merah, dan hitam, adalah varietas lokal yang telah ditanam oleh masyarakat Krayan secara turun-temurun. Padi organik ini ditanam dengan pola tradisional, yang dipadukan dengan peternakan kerbau dan memanfaatkan air jernih dari gunung dan hutan Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur, yang tak tercemar bahan kimia, untuk irigasi persawahan.
Padi adan merah mengandung vitamin B2 yang tinggi, sedangkan adan hitam memiliki kandungan protein tinggi dengan kandungan lemak lebih sedikit.
Padi lokal ini sempat ditinggalkan oleh masyarakat karena hasil panennya yang rendah jika dibandingkan dengan varietas padi hasil rekayasa laboratorium. WWF Indonesia berinisiatif menghidupkan kembali padi lokal yang tahan hama dan perubahan lingkungan ini. Beras adan telah mendapatkan sertifikat merek dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

4.Teh herbal lidah buaya dari Sebangau
Budidaya tanaman lidah buaya (Aloe vera) dilakukan beberapa kelompok masyarakat sekitar Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, tanpa menggunakan pestisida maupun pupuk kimia. Pengolahan lidah buaya, baik menjadi minuman seka vera yang mirip nata de coco maupun teh, dodol, dan cendol, telah menjadi sumber pendapatan tambahan sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam di kawasan konservasi.
Teh herbal lidah buaya dibuat dengan cara membersihkan dan merajang kulit pelepah tanaman itu serta mengeringkannya. Menurut penelitian Aloe vera Center di Pontianak, teh itu berkhasiat membantu melancarkan pembuangan zat kimia dan memperkuat sel serta jaringan tubuh.

5.Kerajinan manik Banuaka khas Dayak Taman dan Tamambaloh
Bagi masyarakat Orang Tamambaloh di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, manik memiliki nilai sakral untuk berbagai upacara adat, persembahan, perkawinan, kelahiran, kematian, serta berladang dan panen padi. Hiasan manik yang menggabungkan biji-bijian alami dan manik bahan baku buatan ini membantu masyarakat setempat melestarikan alam dan hutan.

6.Kerajinan Patung Badak dari Ujung Kulon
Masyarakat sekitar Taman Nasional Ujung Kulon mulai membuat patung Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) sejak 1995. Pada saat itu patung badak bercula satu tersebut lebih mirip kuda bercula. Namun pelatihan yang dilakukan WWF Indonesia membuat desain dan anatominya semirip badak asli.

Untuk memastikan kegiatan tersebut tak merusak kawasan konservasi, para perajin menggunakan kayu sisa tebangan Perum Perhutani atau limbah kayu, serta menanam pohon albasia dan mahoni. Pembelian patung badak, yang kini dihias dengan batik, itu telah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Ujung Kulon dan mendukung pelestarian badak yang masih tersisa.

7.Kopi Robusta Kuyungarang
Kopi dari kebun di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, ditanam tanpa pestisida dan dipetik saat buah merah. Biji kopi dari hasil kebun di luar kawasan taman nasional itu melewati proses penjemuran hingga kadar air 12 persen sesuai dengan standar ekspor dan dipanen dengan menerapkan praktek pertanian berkelanjutan.

Keberhasilan usaha ini membantu kelestarian kawasan konservasi dengan mengurangi perambahan hutan dan mendorong petani untuk tidak menggunakan pestisida kimia dan menerapkan prinsip pertanian berkelanjutan.

8.Madu Hutan Tesso Nilo
Madu hutan dari kawasan sekitar Taman Nasional Tesso NIlo, Riau, diproses secara alami dari lebah liar yang bersarang di pohon-pohon sialang. Larangan penebangan pohon sialang membuat masyarakat setempat memiliki usaha ekonomi alternatif. Selain madu hutan, kini masyarakat mulai merintis usaha kerajinan dari lilin sarang lebah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar