Provinsi Papua dan Aceh memiliki kabupaten daerah tertinggal terbanyak.
23 November 2010.
VIVAnews - Data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menyebutkan Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai dua wilayah yang paling banyak memiliki kabupaten daerah tertinggal.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Helmy Faishal Zaini, mengatakan, daerah tertinggal di Indonesia mencapai 183 kabupaten. Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, dari 183 kabupaten itu, Provinsi Papua memiliki kabupaten daerah tertinggal terbanyak, yakni 27 kabupaten.
Sementara itu, Aceh memiliki 12 kabupaten daerah tertinggal. Jumlah kabupaten daerah tertinggal di Aceh sedikit lebih banyak dibanding Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah.
"Target selama periode Kabinet Indonesia Bersatu II adalah keluarnya 50 kabupaten dari ketertinggalan," kata Helmy dalam keterangannya yang diterima VIVAnews.com di Jakarta.
Hasil pencacahan sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Papua mencapai 2,85 juta jiwa. Dengan luas wilayah 317.062 km persegi, kepadatan penduduk Papua mencapai sembilan orang per km persegi.
Namun, yang memprihatikan adalah soal kemiskinan. Hasil sensus nasional terbaru BPS menyebutkan angka kemiskinan di wilayah paling ujung timur dan barat Indonesia itu masih menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup parah. Persentase angka kemiskinan di Papua, Papua Barat, dan Aceh jauh lebih besar dibanding rata-rata nasional 13,33 persen.
Angka kemiskinan di Provinsi Papua Barat mencapai 36,80 persen, sedangkan Papua 34,88 persen. Aceh menempati peringkat ke-7 dengan persentase angka kemiskinan mencapai 20,98.
"Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun," kata Kepala BPS Rusman Heriawan dalam penjelasan hasil sensus nasional yang dirilis baru-baru ini.
Yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Angka garis kemiskinan pada Maret 2010 adalah Rp211.726 per kapita per bulan.
Untuk mengentaskan daerah-daerah tertinggal itu, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal meluncurkan program Bedah Desa sebagai instrumen untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Menurut Helmy, program Bedah Desa bertumpu pada tiga pilar pendekatan yakni agribisnis, berbasis mata pencaharian berkelanjutan, dan hak. Ini bertumpu pada partisipasi, penguatan akses dan reformasi agraria, serta akuntabilitas. Target Bedah Desa adalah kemandirian, demokrasi, dan kesejahteraan.
Daerah Kaya Tapi Miskin
Jika membandingkan antardaerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat, serta Aceh.
Di wilayah Papua terdapat salah satu raksasa bisnis Amerika di Indonesia, yakni Freeport McMoRan Copper & Gold. Melalui PT Freeport Indonesia, perusahaan emas kelas dunia asal Amerika itu menjadi salah satu penambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.
Freeport beroperasi di daerah dataran tinggi di Mimika. Kompleks tambang di Grasberg itu merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia. Wilayah ini juga mengandung cadangan tembaga dan emas terbesar sejagat. Tahun lalu, Freeport menghasilkan sekitar 86 ton emas.
Berdasarkan data Freeport-McMoran per akhir 2009, Freeport Indonesia merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi induk perusahaan tambang emas yang berpusat di Phoenix, Arizona, AS itu. Freeport Indonesia membukukan pendapatan US$5,9 miliar, jauh melampaui perusahaan Freeport yang beroperasi di Amerika Utara dengan pendapatan US$4,8 miliar.
Namun, tak bisa dipungkiri Freeport juga membayarkan manfaat langsung bagi Indonesia. Freeport Indonesia telah menyetor kepada pemerintah Indonesia senilai US$1,01 miliar. Selama periode April-Juni 2010, Freeport Indonesia juga telah melakukan kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar US$634 juta atau sekitar Rp5,7 triliun.
Kondisi hampir serupa juga terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Jerman menemukan potensi minyak (hidrokarbon) dalam jumlah sangat besar sekitar 107,5-320,79 miliar barel di perairan timur laut Pulau Simeulue, Aceh.
Potensi kekayaan tersebut cukup signifikan jika dibandingkan cadangan minyak Arab Saudi yang mencapai 264,21 miliar barel. Bila potensi minyak itu terbukti, Aceh bisa lebih kaya dari Arab Saudi.
Selain kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam di Aceh Utara dan Aceh Timur. Provinsi di ujung barat Indonesia itu juga terkenal dengan sumber hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, hingga Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005 menyebutkan, perikanan menyumbangkan 6,5 persen dari pendapatan daerah bruto (PDB) senilai Rp1,59 triliun selama 2004.
Aceh juga memiliki sejumlah industri besar di antaranya PT Arun, yang merupakan kilang pencairan gas alam, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Asean Aceh Fertilizer, PT Kertas Kraft Aceh, PT SAI-Lafarge, Semen Andalas, dan ExxonMobil untuk industri kilang gas alam.
Selain itu, Aceh memiliki pertambangan emas di antaranya di Woyla, Seunagan (Aceh Barat), Pisang Mas (Beutong), serta Payakolak, Takengon (Aceh Tengah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar